Kebijakan Pembatasan Konsumsi BBM Subsidi Punya Banyak Kelemahan

Jakarta -Kebijakan pembatasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi oleh Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH) Migas dinilai tak akan efektif. Beberapa kebijakan bakal punya banyak kelemahan saat diterapkan di lapangan.

Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, pemerintah seharusnya menaikkan harga BBM subsidi daripada melakukan pembatasan konsumsi dengan beberapa kebijakan di SPBU.


Dalam UU No. 12 Tahun 2014 tentang APBN-P 2014 telah disahkan, volume kuota BBM bersubsidi dikurangi dari 48 juta KL menjadi 46 juta KL, untuk menekan angka subsidi BBM yang saat ini sudah mencapai Rp 257 triliun.


"APBN kita sudah tidak kuat lagi, semua kebijakan yang dibuat BPH Migas tidak efektif menekan konsumsi BBM subsidi yang begitu besar. Lebih baik harga dinaikkan," tegas Mamit kepada detikFinance, Jumat (1/08/2014).


Ia mencontohnya kebijakan BPH Migas yang melarang penjualan minyak solar subsidi di Jakarta Pusat, mulai 1 Agustus 2014 bakal sia-sia. Mamit beralasan kendaraan dapat mengisi BBM subsidi di SPBU wilayah Jakarta lainnya.


"Jadi hanya memindahkan konsumen dari Jakarta Pusat saja. Karena banyak SPBU di Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, apalagi jaraknya berdekatan," imbuhnya.


Selain itu, aturan lain yang mengatur dihapuskannya pembelian solar subsidi pada malam hari mulai 18.00-08.00 yang akan berlaku 4 Agustus 2014 di wilayah tertentu juga dinilai rawan terjadi konflik di lapangan, antara petugas SPBU dengan konsumen.Next


(wij/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!