Cerita Sudirman Said Lahir dari Keluarga Miskin yang Jadi Yatim di Usia 10 Tahun

Jakarta -Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said berkisah soal masal kecilnya, yang berasal dari keluarga miskin. Bagaimana kisah putra daerah kelahiran Brebes, Jawa Tengah, 16 April 1963 ini?

Dalam acara Malam Penganugerahan Penghargaan Efisiensi Energi Nasional di Hotel Borobudur, Sudirman menceritakan pengalaman masa kecilnya yang susah. Ia harus menerima kenyataan ditinggal ayahnya pada usia sangat muda, yang masih butuh dukung kasih sayang dan keuangan.


"Pada umur 10 tahun, bapak meninggal dan ibu menjadi single mother. Kita 6 bersaudara. Merasakan betul bagaimana menjadi miskin," kata Sudirman di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (18/11/2014).


Pasca ayahnya meninggal, kehidupan ekonomi Sudirman makin sulit, termasuk soal dalam membiayai pendidikannya. Untungnya pada waktu itu, ia termasuk anak yang berprestasi, sehingga mendapat bantuan beasiswa dari negara.


"Sejak SMP dibiayai negara karena ada sedikit prestasi juga mungkin. SMA saya sering menangis pulang ke rumah. Karena saat semester itu tidak dapat kartu ujian, karena belum bayar uang SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan)," kata mantan Direktur Utama PT Pindad ini.


Singkat cerita, dari hasil kerja kerasnya, kini ia dipercaya sebagai menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Sudirman menceritakan soal tugasnya yang kini sebagai menteri ESDM, yang bertugas menyediakan energi hingga menjaga energi termasuk dalam urusan penghematan energi. Ia mengaku sempat berperilaku tak menghemat energi, karena berasumsi energi merupakan produk yang murah, namun ternyata itu keliru.


"Saya adalah korban dari tidak hemat energi. Kalau pagi baju putih, sore ganti dengan batik. Baju belum terlalu kotor, itu sudah masuk dalam cucian. Karena menurut saya murah saja energi," katanya.


Untuk itu, ia mengajak masyarakat hemat energi, termasuk soal penggunaan energi listrik. Ia mencontohkan di tempat kerja bisa dilakukan dengan menghemat penggunaan AC dan lampu.


"Kita belum ada perasaan energi itu mahal. TV masih nyala saja. Padahal tidak lagi nonton TV. Makanya setop pemborosan. Dari hemat energi itu bisa menular pada energi lainnya," katanya.


(hen/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!