Curhatan Jokowi Soal Ribetnya Birokrasi MRT Sampai Protes Warga Fatmawati

Jakarta - Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membangun beberapa sarana transportasi seperti Mass Rapid Transit (MRT) dan Monorel sampai saat ini belum kesampaian. Birokrasi yang berbelit-belit ternyata jadi penghalang.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi bercerita soal sulitnya menyelesaikan masalah birokrasi di Indonesia, sehingga pembangunan proyek-proyek seperti MRT dan monorel tak bsa ngebut.


Bersama 3 wartawan detik.com, Jokowi memaparkan soal perkembangan pembangunan MRT dan monorel, serta beberapa proyek infrastruktur lainnya, seperti terowongan raksasa (deep tunnel) dan juga pembenahan perkampungan kumuh di DKI.


Mari kita simak wawancara Jokowi dengan detik.com di kantornya, Balai Kota, Jakarta akhir pekan lalu.


Terkait transportasi publik di Jakarta, kan ada moda MRT, monorel. Mulai dari MRT, perkembangannya bagaimana Pak?

Kemarin sudah saya beri target dari direktur MRT yang baru. Bulan ini tender, kontrak harus sudah ditandatangani artinya proyek ini secara resmi sudah dimulai kalau kontrak sudah diteken. Tetapi di lapangan masing ada masalah yang berkaitan dengan administrasi. Di negara kita, memang berbelit-belit soal birokrasi.


Bisa dijelaskan administrasi atau birokrasi seperti apa yang menghambat pengembangan MRT?

MRT kita harus mengerti. Itu sudah 24 tahun direncanakan. Tak kejar pengennya tapi kembali lagi terkendala prosedur administrasi. Ada permen, ada perda, ada perpres atau keppres, ada UU transportasi. Kira-kira seperti itu.


Tapi MRT optimistis bisa terlaksana tahun ini?

Kalau tahun ini jelas, saya ingin berbicara bulan, bukan tahun. Berbahaya kalau bilang tahun. Saya nggak mau bilang tahun. Setelah ini, Dirut MRT saya panggil, nggak pagi, nggak siang, saya panggil untuk tahu progresnya bisa cepat. Biar tahu permasalahannya. Saya minta minggu ini, untuk diumumkan tapi nggak bisa karena ada kendala administrasi di Kementerian teknis. Ada persyaratan administrasi yang perlu dipenuhi. Bisa 24 tahun lagi. Saya yakin, Insya Allah dalam bulan ini.


Soal pendanaan MRT bagaimana?

Nggak ada masalah, kalau itu sudah keluar. Menteri Keuangan sudah setuju. Pendanaan JICA (Japan International Coorperate Agency) nggak ada masalah.


Pak di daerah Fatmawati kan masih ada warga yang menolak untuk pengembangan MRT. Itu bagaimana?

Kalau kita berpikir terus ya 24 tahun lagi, nggak bisa Pak. Yang terpenting proyek ini berjalan. Kita nggak ingin merugikan siapapun tapi jangan sampai kepentingan umum yang jutaan kemudian program ini berhenti karena ada 1,2,3,4,5 orang. Saya nggak mau. Kalau perlu diajak bicara dan dialog, dimaksukkan kalau perlu ke tim.


Apakah Bapak tidak merasa malu, kan di Singapura dan Malaysia, MRT sudah berkembang pesat?

Apa kita nggak malu, mau 24 tahun lagi. Planning terus, malu dong, sama Bangkok lah, sama Kuala Lumpur lah. Planning duluan kita daripada India, karena ruwetnya masalah administrasi. Setelah saya mengerti, aduh!


Monorel bagaimana Pak, kan di sini ada Jakarta Monorel dan Adhi Karya?

Jakarta Monorail juga sama, prosedurnya lagi, administrasi lagi belum rampung.


Tenggat waktunya kapan Pak?

Sudah saya beri tenggat waktu, pertengahan bulan ini juga tapi baru kemarin dari internal tim (Jakarta Monorail) kita ketemu di sini. Masih terkendala masalah perpanjangan izin. Ya, permen lah (peraturan menteri) di kementerian mana. Ini kan sudah 14 tahun loh, juga direncanakan.


Adakah sanksi kalau monorel molor terus?

Sanksi apa? Kan ini persoalan prosedur. Inginnya orang swasta ya cepet. Jakarta Monorail pengennya cepet, begitu juga saya pengennya cepet.


Kendalanya di prosedur?

Di administrasi.


Selain Jakarta Monorail, kan ada Adhi Karya yang juga usulkan monorel. Nah itu bagaimana perkembangannya?

Siapapun bisa mengusulkan, siapa yang datang memaparkan silakan jalan. Saya gitu saja. Itu ada aturannya, kembali itu persoalan administrasi. Kalau Adhi kita beri, kan harus ikut lelang. Nggak bisa ditunjuk. Kan ada tahapan lelang, kalau bisa dengan penugasan dari presiden. Kenapa Jakarta Monorail pengen kita teruskan? Kembali lagi, kalau dimulai dari lelang, bisa berapa tahun? 14 tahun lagi.


Pak, terkait rencana pembatasan kendaraan di DKI bagaimana?

Separuh dari orang mau naik apa. Mau pakai transportasi yang mana? Kita lakukan ERP (Electronic Road Pricing) jadi orang nggak menggunakan mobil. Terus mau dilarikan kemana kalau transportasi belum siap.


Bisa dikatakan kalau ERP jalan, transportasi publik juga harus jalan?

Iya dong, kalau nggak siap mau lari kemana. Mau naik apa. Policy itu mengikuti transportasi massal. Bisa saja busway dipenuhi, tapi harus dihitung mampu nggak busway-nya. Sekarang kita ngejar. Busway saja sudah penuh, kita mau ngejar agar jumlahnya terpenuhi, itu butuh waktu. Kita duitnya saja siap, harus nunggu sampai November. Itu pemerintahan. Kalau di swasta, duit ada, saya besok langsung beli. Ini yang kadang-kadang masyarakat nggak ngerti. Prosedur di birokrasi itu, aduh!


Pak, progres proyek seperti deep tunnel (terowongan raksasa multi fungsi penanggulangan banjir)?

Masih proses semua, proses kalkulasi. Itu harus kalau FS (feasibilty study) jadi kan melalui proses tender.


Target deep tunnel (terowongan raksasa) kapan Pak?

Bagaimana, barangnya belum ditunjukan ke saya. Mestinya kalkulasi dan hitungannya harus diberikan ke saya. Kalau saya pengennya target sekarang rampung, besok dimulai kok. Saya biasa di swasta, bisa ekspor dengan tenggat waktu yang sangat cepat sekali.


Kan, selain deep tunnel, ada juga sodetan, ada bendungan terus giant sea wall (bendungan raksasa). Itu apakah akan dipilih satu per satu atau semua dijalankan?

Semua dijalankan terintegrasi dan ingin cepat kita mulai. Sodetan tahun ini kalau dulu giant sea wall akan dimulai 2020. Saya bilang nggak, tahun depan. Waktu di Kemenko Perekonomian saya minta kepada menteri-menteri terkait itu, untuk tetap memimpin harus dari DKI. Saya sudah sampaikan. Itu dibutuhkan, kita kejar-kejaran dengan waktu.


Setelah aksi blusukan itu, apakah Bapak sudah menemui persoalan di Jakarta?

Banyak sekali, contoh di kawasan-kawasan padat penduduk dan kawasan kumuh. Kita kan jadi tahu bagaimana menyelesaikan mereka. Nggak mungkin ke kawasan sekumuh itu yang penduduknya ratusan ribu. Dalam satu kawasan hanya dibuatkan 2-4 rusun. Itu hanya untuk beberapa orang. Itu nggak selesaikan masalah. Itu harus dibuat cerita besarnya,


Mau dibuat apa?

Kalau mau buat rusun untuk mereka. Buat saja langsung 300 rusun. Nariknya langsung brek, terus ini dibentuk untuk ruang terbuka hijau. Ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Buat rusun hanya 2,4,5 nggak lebih dari 10. 10 saja hanya untuk 1.000-an orang. Satu rusun hanya isinya untuk 96 dan 150 orang. Mau jadi apa? Saya belajar di Italia, di Shanghai, di Singapura, di Busan. Ya caranya seperti itu. Nggak ada cara lain. Kalau buatnya hanya 4-6, baunya nggak kelihatan. Programnya aja gak kelihatan.


BUMN juga mau usulkan dan membantu memberdayakan 150 pasar untuk dibuat hunian?

Itu sudah mau kita mulai, tahun kemaren dimulai di Pasar Rumput (Jakarta Selatan). Kalau itu bener, baru kita terapkan di tempat yang lain. Kita mau buat sample-sample yang bener dulu. Baru mulai, tidak hanya sebatas ide langsung besar. Kita pengin dulu di 1-2 kawasan, 1-2 pasar. Konsep terintegrasi pasar dan rusun, apartemen dan pasar. Pasar dengan poliklinik dan apartemen. Kita kan nggak mungkin hanya terus bicara. Kita mau realisasikan secepatnya.


(feb/dnl)