RI Masih Berisiko Alami Krisis Sistemik

Jakarta -Perekonomian Indonesia masih rentan sehingga bisa saja terkena krisis. Ada sejumlah indikator yang bisa membuat Indonesia terkena krisis sistemik.

"Jadi saat ini bagaimana mengendalikan faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan krisis secara sistemik. Seperti ekspor melemah, impor naik, fiskal jebol karena subsidi, suku bunga tinggi 7,5%. Ini sangat berisiko menimbulkan sistemic risk yang bisa merusak ekonomi Indonesia," papar pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono saat ditemui di Plaza Simas, Jakarta, Senin (16/6/2014).


Tony menjelaskan, Indonesia perlu belajar dari krisis ekonomi 1998 dan 2008. Meskipun sama-sama krisis, tetapi krisis 2008 dianggap tidak separah 1998.


"2008 krisis iya, tapi tidak separah 1998. Bedanya paling jelas, sebelum 1998 terjadi penutupan 16 bank. 2008 yang ditutup hanya satu bank umum dan BPR," kata dia.


Selain itu, nilai tukar rupiah pada Januari 1998 mencapai Rp 17.000 per dolar AS. Sementara pada 2008 masih lebih baik yaitu Rp 12.000 per dolar AS.


Kemudian pada 1998, cadangan devisa hanya US$ 21 miliar. Kemudian pada 2008 US$ 60 miliar, dan saat ini mencapai US$ 107 miliar.


Meski begitu, lanjut Tony, Indonesia tetap harus waspada karena masih ada berbagai risiko yang bisa menyebabkan krisis. "Sektor keuangan masih harus terus dijaga," tegasnya.


(drk/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!