Bank Indonesia (BI) mencatat, negara tersebut masuk dalam daftar 20 pemilik cadangan devisa emas terbesar dengan mempertahankan di atas 30 persen cadangan devisa dalam wujud emas.
"Bahkan AS menyimpan 8.133 ton emas di akhir 2011 lalu," jelas Direktur Grup Humas dan Perencanaan Strategis BI, Difi A Johansyah dalam penjelasannya seperti dikutip detikFinance, Jumat (22/2/2013).
Lalu Indonesia? Berdasarkan laporan tahunan terakhir, BI memiliki 73,1 ton emas. Difi mengakui, cadangan emas di Indonesia tak sebesar negara maju.
Kepemiikan emas sebagai cadangan devisa sangat bergantung pada pola perolehan cadangan devisa dan kebutuhan negara dalam melakukan transaksi.
Dijelaskan Difi, cadangan devisa pada umumnya memiliki lima komponen utama. Yaitu dalam bentuk valuta asing, reserve position in the fund (RPF), Special Drawing Right (SDR/Mata Uang IMF), emas moneter dan tagihan lainnya.
"Penentuan apa yang menjadi komponen terbesar dalam cadangan devisa, prinsipnya berdasarkan pada tiga hal. Yaitu, keamanan, likuiditas, dan profitabilitas. Keamanan jadi pertimbangan pertama," terang Difi.
Indonesia, menempatkan valuta asing menjadi komponen terbesar cadangan devisa, berupa hard currency.
"Kebutuhan hard currency menjadi saah satu dasar pertimbangan pilihan ini," terang Difi.
Stok valuta asing yang memadai, lanjut Difi juga dapat memastikan stabilitas nilai tukar rupiah akan terjaga dengan baik. Menurutnya, nilai tukar rupiah masih menjadi salah satu tolok ukur yang dilihat pihak asing, ketika menakar tingkat kepercayaan terhadap pemerintah.
"Pemerintah dan swasta dalam menjalankan kegiatannya pun membutuhkan kepastian pasokan valuta asing dengan harga yang stabil. Menjadi tugas Bank Indonesia, untuk meyakinkan kecukupan suplai dan harga valuta asing yang baik," jelasnya.
Nilai cadangan devisa berupa valuta asing yang besar, dapat membantu Bank Indonesia menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
"Termasuk menghadapi upaya-upaya spekulatif pelaku pasar dalam mengejar keuntungan," tutup Difi.
(dru/ang)
