Hal ini disampaikan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa usai Ratas bersama Presiden SBY di Nusa Dua, Bali, Kamis (28/3/2013).
"Semua opsi kita bahas. Opsi menaikkan (harga) kita kaji, opsi adanya Ron 90 kita kaji, lalu pengendalian melalui sistem IT. Yang harus kita ambil adalah yang terbaik dan tidak berdampak luas, serta harus jaga inflasi, dan tidak timbulkan kemiskinan berlebihan," tutur Hatta.
Dikatakan Hatta, Presiden SBY meminta para menterinya untuk mendalami semua opsi yang akan diambil dalam satu minggu ini. Pemerintah menyatakan, tingginya konsumsi BBM subsidi juga menjadi penyebab defisit neraca perdagangan yang dialami, karena tingginya angka impor BBM.
"Subsidi diperkirakan akan membengkak. Di 2012 kemarin kita memproduksi 1,1 juta mobil yang mayoritas konsumsi BBM bersubsidi. Lalu 9 juta motor dipastikan juga konsumsi BBM bersubsidi. Apabila tidak ada satu respons apapun, dan meningkatkan disparitas, maka diperkirakan laju penggunaan kuota BBM selalu melampaui. Kita bertkead untuk kendalikan itu dan kurangi beban subsidi yang semuanya bisa alirkan untuk program utamanya mempercepat pengurangan kemiskinan," papar Hatta.
Di tempat yang sama, Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung menyatakan, pihaknya dengan pemerintah sedang merumuskan kebijakan non kenaikan harga BBM subsidi untuk mengendalikan membengkaknya konsumsi BBM subsidi dan memberatkan APBN.
"Tidak berupa kenaikan harga BBM tapi adalah mekanisme tertentu yang belum bisa disebutkan hari ini yang bisa mengurangi subsidi BBM dengan signifikan. BBM naik itu termudah, tapi efeknya itu akan membuat orang yang miskin dan hampir miskin mendapatkan harga produk pangan dan sebagainya menjadi jauh lebih mahal dan sulit keluar dari kemiskinan. Setiap kenaikan harga (BBM subsidi) dilakukan 2005 dan 2008 selalu terjadi kenaikan kemiskinan," kata Chairul.
(dnl/ang)