Aturan Wajib Serap 10% Biodiesel untuk Solar Masih Terbentur Soal Harga

Jakarta -Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menganggap aturan wajib (mandatori) serapan 10% biodiesel dari produsen lokal untuk campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) solar (biosolar) belum maksimal. Serapan biodisel oleh PT Pertamina dianggap masih rendah dari target, gara-gara soal harga jual biodiesel yang tak menarik bagi produsen biodiesel.

"Pelaksanaan mandatori BBN (Bahan Bakar Nabati) 10% masih belum efektif sehingga penyerapan di dalam negeri belum tinggi. Penetapan harga BBN juga masih belum kondusif di sisi produsen," kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan kepada detikFinance Minggu (1/2/2015)


Fadhil mencontohkan pada tahun lalu pencapaian pembelian biodiesel lebih rendah dari target. Padahal penggunaan biodiesel dari produsen lokal akan bisa mengurangi ketergantungan impor BBM solar.


"Realisasi 1,8 juta Kiloliter (KL),padahal targetnya 3 juta KL tahun kemarin," katanya.


Ia mengatakan PT Pertamina selaku pembeli biodiesel masih memakai skema penenentuan harga Mean of Platts Singapore (MOPS) yang berbasis di Singapura. Persoalan patokan harga biodisel dengan MOPS sudah berlangsung bertahun-tahun dikeluhkan produsen biodiesel.


Ia beralasan harga biodiesel yang dipatok oleh MOPS masih di bawah biaya produksi dari para produsen biodiesel, alias produsen merugi bila menjual ke Pertamina.


"Biodiesel punya harga sendiri, harga yang berpatok MOPS masih di bawah harga biodiesel dari produsen. Jadi kalau kita jual, sama saja jual rugi. Jangan pakai patokan MOPS," seru Fadhil.Next


(hen/hen)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com