Minimarket Dilarang Jual Bir, Pengusaha di Bali Bisa 'Gigit Jari'

Jakarta -Pemerintah mulai April 2015 nanti bakal melarang minimarket ataupun pengecer menjual minuman berkadal alkohol 5% ke bawah atau bir. Hal ini bakal berdampak terhadap pemasukan minimarket dan pedagang itu sendiri.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menjelaskan, permintaan akan bir masih banyak, terutama di kawasan-kawasan wisata yang sering dikunjungi wisatawan mancanegara.


Tutum mencontohkan di Pantai Kuta Bali, dari semua jenis minuman yang dijual di minimarket, 20%-nya adalah minuman jenis bir. Sehingga ‎jika minimarket dilarang menjual bir, penurunan pendapatan dari biasanya akan cukup terasa.


"Untuk wilayah tertentu yang memang tidak boleh jual itu tidak merata. Kalau di Bali itu cukup berarti. Di pantai Kuta bisa 10-20% dari beverages saja," tutur Tutum kepada detikFinance, Jumat (30/1/2015).


Tutum mengatakan, di daerah-daerah lain, penjualan bir tidak bisa disamaratakan, tergantung dari kawasan minimarket itu sendiri. Menurutnya, permintaan bir ini masih ada. Contohnya di kota besar seperti Jakarta, bukan hanya dikonsumsi oleh turis bule atau ekspatriat, melainkan juga kelas menengah. ‎Namun, jumlahnya tak sebanyak di tempat wisata.


"Wilayah kota. Selebihnya ada penjual, tapi sekali lagi, itu bagian pelengkap signifikan? tidak, mungkin daerah Kemang sana adalah. Tapi tanya saya minimarket yang contohnya di kawasan lain, ya ibu-ibu yang belanja, nggapain beli bir. Jadi kita harus melihat masalahnya itu luas," tuturnya.


Oleh karena itu, dia mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang aturan ini. Kalaupun akan tetap diberlakukan, dia meminta ada kelonggaran untuk daerah-daerah tertentu.


Dia menuturkan, di anggota Aprindo di seluruh Indonesia ada ‎sekitar 21 ribu outlet minimarket yang beroperasi. Dari angka tersebut, sekitar 60% yang menjual bir. Karena menurutnya ada beberapa daerah yang memang sudah dilarang pemerintah setempat untuk menjual bir.


"Kalau wilayah yang diizinkan pemda kami jual. Nggak lebih dari 50-60% yang mungkin masih boleh gitu," tutupnya.


(ang/ang)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com