Penunggak Pajak Dipenjara Paling Lama Setahun, Tapi Tagihannya Tak Dihapus

Jakarta -Pemerintah mulai melakukan paksa badan atau penyanderaan (gijzeling) terhadap penunggak pajak dengan nilai minimal Rp 100 juta. Namun, gijzeling hanya bisa dilakukan maksimal selama setahun.

Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dadang Suwarna‎ mengatakan, penunggak pajak yang dikenakan gijzeling sudah melalui proses-proses sebelumnya yaitu peringatan dan pencekalan. Bila selama 6 bulan pencekalan yang bersangkutan tida punya itikad baik, mau tidak mau harus rela dijebloskan ke bui atau dalam kasus ini disebut penyanderaan.


"Proses penyanderaan ini kita lakukan sampai 6 bulan," kata Dadang di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Salemba, Jakarta, Jumat (30/1/2015).


Dadang menyebut, ketika di tengah-tengah masa penyanderaannya si penunggak membayar kewajibannya, maka dia diperbolehkan keluar dari sel. Namun bila tidak, ‎maka penanggung pajak tersebut harus tinggal lebih lama lagi.


‎"Kalau menyelesaikan, kita akan lepas. Kalau nggak, harus nunggu 6 bulan. Kalau dalam kurun waktu 6 bulan diperpanjang lagi 6 bulan tidak juga menyelesaikan, secara UU No 19/2000 harus dilepas," jelasnya.


Berarti total masa tahanan penunggak pajak adalah maksimal 1 tahun. Bila dalam kurun waktu 2 x 6 bulan itu si penunggak tak memenuhi kewajibannya, menurut UU harus dilepas. Meski begitu, bukan berarti si penunggak lepas dari kewajibannya membayar.


"Namun piutang pajak tidak dihapus, kita tetap menagih pajak secara aktif. Untuk badan, bukan hanya satu penanggung pajaknya. Bisa komisaris, direksi, bisa pemegang saha‎m," jelasnya.


(zul/hds)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com