Jonan: Prinsip Saya Lebih Baik Tak Berangkat Daripada Tidak Pernah Tiba

Jakarta -Kebijakan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan soal pengaturan tarif murah penerbangan, dengan menetapkan tarif batas bawah sebesar 40% dari batas atas dipertanyakan publik. Apa jawaban Jonan?

"Prinsip saya, lebih baik tidak berangkat, daripada merisikokan diri untuk tidak pernah tiba," jelas Jonan kepada detikFinance, Jumat (9/1/2015).


Jonan mengatakan, undang-undang penerbangan di Indonesia tidak mengenal istilah Low Cost Carrier (LCC) atau full services.


Langkahnya menetapkan tarif batas bawah sebesar 40% dari batas atas adalah karena alasan pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang terjadi dalam 6 bulan terakhir ini.


"Penentuan tarif batas atas dan bawah bagi penerbangan kelas ekonomi itu berlaku untuk semua, dengan mempertimbangkan adanya depresiasi rupiah selama 6 bulan belakangan yang sekitar 25-30%, sehingga biaya operasi airlines meningkat cukup tinggi. Coba silakan cek laporan keuangan maskapai-maskapai," tutur Jonan.


Mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) ini mengatakan, dirinya mendukung tarif penerbangan yang kompetitif.


"Minta YLKI tulis surat resmi, dengan argumen perhitungan biaya operasi airlines yang menjamin keamanan, keselamatan, dan pelayanan yang sesuai. Patut diingat, bahwa kurs rupiah telah melemah sekitar 30% terhadap dolar AS sejak sekitar 6-9 bulan belakangan. Nah karena kebutuhan airlines banyak terkait dolar AS, bagaimana airlines mempertahankan ketiga hal di atas? Keamanan, Keselamatan, pelayanan yang sesuai?" tanya Jonan.


Dia pun mengambil contoh tarif kereta api yang ada sekarang. Tarif kereta api kelas eksekutif, ujar Jonan, setara dengan penerbangan kelas ekonomi, yang tanpa makan dan minum.


"Tarif kereta tersebut Rp 350 ribu-Rp 450 ribu untuk Jakarta-Surabaya, waktu tempuh 9,5 jam. Nah tiket airlines termurah berapa? Apa bisa lebih murah dari tarif kereta api?" tutup Jonan.


(dnl/ang)