Hal ini karena dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2015 harga minyak Indonesia justru dipatok lebih tinggi yaitu US$ 60/barel. Saat ini harga minyak dunia sekitar US$ 43/barel.
"Pendapatan kita dari minyak dengan harga minyak US$ 50 atau US$ 40 sekian itu kita kekurangan pendapatan kira-kira Rp 100 triliun. Itu diketahui semua," kata JK di kantornya, Jakarta, Jumat (20/3/2015)
JK memastikan setiap perubahan harga minyak di bawah asumsi APBN-P 2015 maka akan berdampak pada pendapatan sektor migas. Namun adanya kebijakan penghapusan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), kondisi harga minyak dunia saat ini justru positif.
"Efek positifnya subsidi makin terhapus mungkin ada untung sedikit malah. Tapi pendapatan kita dari migas menurun juga, lebih banyak lagi. Itu efeknya," katanya.
Berikut asumsi makro di APBN-P 2015:
- Pertumbuhan ekonomi 5,7%
- Inflasi 5%
- Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 6,2%
- Nilai tukar rupiah Rp 12.500/US$
- Harga minyak Indonesia (ICP) US$ 60 per barel
- Lifting minyak 825 ribu barel per hari
- Lifting gas 1,22 juta barel setara minyak per hari
Penerimaan negara ditargetkan Rp 1.761,6 triliun. Penerimaan negara dari perpajakan non migas ditargetkan Rp 1.439,7 triliun. Dengan tax ratio 13,69%.
Sementara target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) minerba ditargetkan Rp 52,2 triliun, PNBP kehutanan Rp 4,7 triliun, PNBP perikanan Rp 578,8 miliar, PNBP Kemenkumham Rp 4,26 triliun. Lalu ada dividen BUMN yang ditargetkan Rp 36,9 triliun.
(hen/hds)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
