Sudah Dapat 600.000 Ton, Industri Minta Tambah Impor 1 Juta Ton Gula

Jakarta -Industri makanan dan minuman (Mamin) kembali meminta tambahan impor gula mentah (raw sugar) untuk diolah di industri rafinasi. Jumlahnya 1 juta ton untuk kebutuhan gula rafinasi 3 bulan mendatang. Sebelumnya industri gula rafinasi dapat alokasi impor raw sugar kuartal I-2015 sebanyak 600.000 ton yang dikeluarkan Desember 2014.

"Jadi kita perhitungkan di kuartal II kita butuh 1 juta ton," ungkap Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman saat ditemui di Gedung Perum Bulog, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (19/03/2015).


Adhi mengatakan kebutuhan raw sugar impor di kuartal II-2015 jauh lebih besar dibandingkan kuartal I-2015. Hal itu dilakukan sebagai persiapan kebutuhan mamin yang meningkat menjelang Ramadan dan Lebaran 2015.


"Januari sampai Juni kita butuh 1,6 juta ton sudah dikeluarkan 600.000 (kuartal pertama), nah ini menghadapi puasa lebaran bisa dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sudah disampaikan ke Kemendag," tambahnya.


Secara total kebutuhan raw sugar di 2015 sebesar 3 juta ton. Meski sudah diajukan 1 juta ton kepada pemerintah, Adhi pesimis angka itu direalisasikan oleh pemerintah. Pasalnya pemerintah melalui Kemenperin hanya bisa memberikan rekomendasi 1,5 juta ton raw sugar hingga September 2015 atau sampai triwulan III-2015.


"Kemenperin sudah memberikan rekomendasi 3 minggu lalu ke Perdagangan. Kelihatannya lebih rendah sedikit, total sampai September mereka (Kemenperin) hanya memberikan 1,5 juta ton. GAPMMI hingga 1 tahun minta totalnya 3 juta ton," paparnya.


Meski demikian pemerintah diharapkan segera mengeluarkan kuota untuk kuartal kedua tahun 2015. Pasalnya bila izin dari pemerintah telat dikeluarkan, maka kedatangan raw sugar ke Indonesia juga otomatis terlambat.


Selama ini raw sugar impor banyak didatangkan dari Thailand dan Brasil. Proses pengapalan raw sugar dari Thailand ke Indonesia memerlukan waktu paling lama 1 minggu sedangkan Brasil 1 bulan.


"Kalau kita khawatir ada keterlambatan proses pengangkutan dari negara asal ke Indonesia lalu digiling ke rafinasi. Mudah-mudahan Kemendag mengeluarkan ini agar bisa diolah ke industri rafinasi kalau tidak ada kekosongan dan rawan juga," jelasnya.


(wij/hen)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com