"Survei Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) menyebutkan jika 78 persen penjualan minuman sejenis bir dengan kadar di bawah 5 persen ini ada pada pedagang tradisional. Kalau di tempat yang banyak wisatawan asingnya seperti Bali mereka dilarang jualan, bisa mati semua mata pencaharian pengusaha kecil," kata Wakil Ketua DPD Aprindo Bali, Wayan Wijana dalam siaran pers yang diterima detikFinance, Jumat (20/3/2015).
Ketua Pengelola Pantai Desa Adat Legian (PPDAL), Wayan Suartajuga mengatakan hal yang sama. Di desanya, ada ratusan pedagang kecil menjual minuman jenis ini.
“Di Desa Adat Legian saja tercatat ada 660 pedagang yang kesehariannya menjual minumam sejenis bir, konsumennya mayoritas
wisatawan asing,” sambungnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, Bali, Tjokorda Raka Darmawan juga mengungkapkan bila diberlakukan, bakal mengancam kedatangan wisatawan ke Bali.
“Jika ini dibiarkan, wisatawan bisa berpindah ke negara lain seperti Thailand, Singapura atau Malaysia,” sambungnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Bali, Tjokorda Gede Asmara Putra Sukawati, mengungkapkan perlu adanya kajian ulang terhadap Permendag No 6 Tahun 2015.
“Yang perlu ditata saat ini sebetulnya adalah minol oplosan, bukan larangan menjual bir di toko modern dan warung,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Sekjen Aprindo, Satria Hamid, juga mendesak pemerintah mengkaji ulang permendag minol tersebut. Ia mengatakan, kajian diperlukan untuk membuktikan ada atau tidaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari penjualan minuman beralkohol golongan A (di bawah 5%) di minimarket.
“Kami minta tata niaga distribusinya dievaluasi, paling lambat enam bulan terhitung sejak permendag diberlakukan. Apabila nanti makin banyak muncul dampak negatifnya, itu berarti bukan disebabkan oleh penjualan di minimarket”, ungkapnya.
(zul/hen)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
