Harga Minyak Anjlok, Ini Dampak Buruknya

New York -Harga minyak dunia saat ini tengah dalam tren menurun. Hal ini bisa menyebabkan dampak negatif, misalnya pengurangan tenaga kerja di perusahaan migas.

Seperti dikutip dari CNN, Minggu (14/12/2014), perusahaan minyak asal Amerika Serikat (AS) Halliburton berencana mengurangi 1.000 karyawan akibat harga minyak yang lesu. Sementara BP berencana melakukan program restrukturisasi bernilai US$ 1 miliar (Rp 12 triliun), meski tidak menyebutkan secara spesifik soal pengurangan karyawan.


Fatima Iqbal, penasihat keuangan dari Azzad Asset Management, mengatakan lebih dari 15% lapangan kerja baru yang tercipta sejak 2008 berasal dari sektor energi. Jumlahnya memang minim, yaitu tidak sampai 1% dari total penciptaan lapangan kerja di AS.


"Namun tetap saja jika harga minyak terus turun, maka akan semakin banyak orang yang kehilangan pekerjaan," tegasnya.


Fadel Gheit, Analis Oppenheimer and Co, mengatakan harga minyak ke depan masih bisa terus turun. Padahal, saat ini harga minyak sudah berada di kisaran US$ 60/barel.


"Kalau ada yang mengatakan bahwa harga minyak bisa kembali naik sampai US$ 75/barel, mungkin mereka tinggal di planet lain. Negara-negara penghasil minyak besar saja punya perkiraan yang pesimistis," papar Gheit.


Gheit mencontohkan Arab Saudi, penghasil minyak terbesar di dunia. Dalam anggaran negaranya, pemerintah Arab Saudi memperkirakan harga minyak di posisi US$ 60/barel.


Kuwait, negara penghasil minyak lainnya, bahkan lebih pesimistis. Negara ini memperkirakan harga minyak di posisi US$ 55/barel.


Menurut perhitungan Gheit, setiap penurunan harga minyak US$ 10/barel maka pendapatan perusahaan migas kelas kakap bisa turun sampai US$ 4,5 miliar (Rp 54 triliun). Situasi ini akan menjadikan pengurangan karyawan menjadi sangat mungkin.


"Saya berharap kita semua punya cara untuk mengakhiri situasi yang menyulitkan ini. Tetaplah rencanakan hal terburuk, tapi berharaplah yang terbaik akan datang," paparnya.


(hds/hds)