Dituding Berkonspirasi di 'Perang Minyak' Lawan AS, Ini Kata Arab Saudi

Jakarta -Banyak pihak menuding, harga minyak dunia yang jatuh dari US$ 100/barel di Juni 2014 menjadi di bawah US$ 50/barel di Januari 2015, karena konspirasi Arab Saudi.

Arab Saudi dan negara eksportir minyak dalam OPEC, dituding berkonspirasi untuk menjatuhkan minyak jenis shale oil, yang sedang booming di Amerika Serikat (AS).


Namun, Arab Saudi menyatakan bukan negara yang suka dengan teori konspirasi. Tudingan konspirasi muncul, karena Arab Saudi menolak memangkas produksi minyaknya saat harga tengah jatuh pada akhir tahun lalu. Padahal biasanya, bila harga minyak jatuh, Arab Saudi langsung merespons dengan memangkas produksi minyaknya.


Memang banyak analis berspekulasi, Arab Saudi 'membunuh' shale oil di Amerika Utara. Karena bila harga minyak turun di bawah US$ 50/barel, shale oil tidak lagi menguntungkan.


Menteri Perminyakan Arab Saudi, Ali al-Naimi mengatakan, teori yang menyatakan OPEC tengah berperang dengan shale oil adalah salah.


"OPEC dan Arab Saudi lagi-lagi secara kasar dan tidak adil dikritisi, untuk realitas yang sebenarnya adalah reaksi pasar," kata al-Naimi, dilansir dari CNN, Jumat (6/3/2015).


Dia menyatakan, pergerakan minyak yang begitu besar sering memicu munculnya komentar-komentar berupa teori atau motif, adanya kolusi atau konspirasi antara OPEC dan Arab Saudi.


OPEC yang didirikan pada 1960 berisikan negara-negara eksportir minyak. Penurunan harga minyak, jelas membunuh mereka, karena penerimaannya turun.


Contoh saja, menteri perminyakan Nigeria, Diezani Alison- Madueke, yang juga menjadi Presiden OPEC. Wanita ini meminta OPEC melakukan pertemuan darurat bila minyak tak kunjung naik lagi harganya. Nigeria ingin harga minyak mendekati US$ 120/barel untuk bisa menyeimbangkan anggaran negaranya.


Namun menurut sumber CNN di OPEC, Arab Sudi tidak setuju terhadap rapat darurat itu.


(dnl/hds)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com