Selain memacu inflasi, kejatuhan rupiah dikuatirkan akan memicu arus keluar dana asing. Malah ada yang berpendapat, pelemahan rupiah yang sudah melewati Rp 13.000/US$ bakal memicu krisis seperti 1997.
Kepala Ekonom sekaligus Direktur Hubungan Investor Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, memberi ulasan dengan tujuan edukasi, supaya Indonesia terhindar dari krisis seperti 1997.
"Untuk itu kita harus merelakan rupiah melemah. Sebab, setelah mencermati konstelasi makro ekonomi global, kita sesungguhnya tengah memasuki siklikal era penguatan dolar AS, seperti yang pernah terjadi menjelang krisis 1997," kata Budi dalam keterangan tertulis, Senin (15/3/2015).
Menurutnya, masyarakat tidak perlu khawatir dengan dampak inflasi akibat pelemahan rupiah. Sebab dunia sedang kelebihan kapasitas. "Harga beras global saja mengalami penurunan tajam. Bahkan China mengekspor deflasi," ujar Budi.
Tidak perlu khawatir juga arus modal asing keluar, sebab Eropa dan Jepang mengekspor likuiditas. Pelemahan dan volatilitas rupiah menjadi semacam rem untuk meredam hasrat perusahaan domestik yang berpenghasilan rupiah berutang dolar, yang sudah pesat selama tiga tahun terakhir.
Setelah selama 2014 menguat 12%, indeks dolar global DXY sepanjang tahun ini berjalan kembali menguat sekitar 10%. Tren penguatan dolar AS terutama terkait dengan prospek ekonomi AS yang jauh lebih cerah dibanding Jepang dan Eropa.Next
(ang/dnl)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com