Indonesia Masuki Fase 'Krisis Nilai Tukar'

Jakarta - Nilai tukar rupiah terus menerus anjlok terhadap dolar AS hingga menyentuh Rp 11.000/US$. Indonesia kini memasuki fase krisis nilai tukar.

"Rupiah sudah anjlok 15 persen terhadap dolar AS, lebih cepat dan lebih besar dari perkiraan pelaku pasar," ungkap Ekonom Dradjad Wibowo kepada detikFinance, Jumat (23/8/2013).


Di samping anjloknya rupiah, Dradjad mengatakan juga masih ada tiga faktor risiko yang harus ditangani.


"Pertama, defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Kedua, utang swasta yang sebagian besar jatuh tempo September 2013," ungkapnya.


Adapun besaran utang swasta menurut Dradjad yang jatuh tempo jumlahnya sekitar US$ 25,6 miliar.


"Ketiga, dampak dari kebijakan The Fed yaitu Quantitative Easing tappering yang diperkirakan akan dilakukan lagi bulan September," tegasnya.


Hal ini, menurutnya akan menimbulkan dampak besar terhadap pelarian modal atau capital outflows dari Indonesia.


"Melihat ini semua, rasa-rasanya kita harus realistis bahwa kita memasuki tahap awal krisis nilai tukar," tuturnya.


Kebijakan pemerintah, sambung Dradjad tidak bisa lagi didasarkan asumsi normal, tapi sudah harus masuk "respon terhadap krisis". Khususnya respon terhadap ketiga faktor di atas.


"Mudah-mudahan jika responnya tepat dan kredibel, tidak bermimpi seperti dalam mengejar target pertumbuhan 6,4 persen dan tidak anggap enteng, kita bisa mencegah terjadinya full blown crisis," tuturnya.


Seperti diketahui, pemerintah dan BI siap mengeluarkan kebijakan untuk mengantisipasi anjloknya bursa dan rontoknya nilai tukar rupiah. Paket kebijakan akan diungkapkan pada hari ini.


(dru/dnl)