RI Ketergantungan Minyak Singapura, Hatta: Kita Akan Bangun Kilang

Jakarta -Sampai saat ini Indonesia sangat bergantung dengan pasokan BBM dari Singapura. Pemerintah menyatakan bakal segera membangun kilang baru agar ketergantungan impor BBM ini bisa dikurangi.

"Kita bangun saja nanti kilang, memang rencana kita mau bangun kilang, memang sedang dalam rencananya ESDM untuk dibangun," ujar Hatta usai acara Himpunan Pengusaha Alumni Institut Teknologi Sepuluh November (HIPA ITS) di Hotel Allium, Tangerang (15/2/2014).


Pemerintah diwakili oleh Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, pekan ini memang telah ke Singapura untuk bertemu dengan sejumlah investor dan menawarkan proyek pembangunan kilang BBM jenis pertamax di Indonesia.


Hatta mengatakan, pemerintah menjanjikan insentif pajak berupa tax holiday kepada investor yang mau membangun kilang minyak di Indonesia.


Lahan seluas 700 hektar sedang disiapkan di Bontang, Kalimantan Timur. Meski ada kilang baru, bukan berarti Indonesia setop impor minyak.


Memang, produksi minyak Indonesia saat ini hanya sekitar 800 ribu barel per hari, dari kebutuhan konsumsi BBM lebih dari 1 juta barel per hari. Sehingga harus ada impor minyak, namun impor dalam bentuk BBM akan berkurang.


Kilang dengan kapasitas 300 ribu barel per hari akan dibangun di Bontang, Kalimantan Timur. Targetnya kilang tersebut dapat beroperasi pada tahun 2018. Selain itu, Bambang menyatakan Pertamina juga akan melakukan peningkatan kapasitas kilang.


Seperti diketahui, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip detikFinance, sepanjang 2013 lalu, Indonesia mengimpor hasil minyak atau BBM dengan total US$ 28,56 miliar atau sekitar Rp 285 triliun, berjumlah 29,6 juta ton. Dari jumlah itu, nilai impor BBM dari Singapura adalah US$ 15,145 miliar atau sekitar Rp 151 triliun. Jumlah BBM yang diimpor Indonesia dari Singapura mencapai 29,6 juta ton.


Selain Singapura, berikut negara-negara yang BBM-nya sering dibeli oleh Indonesia sepanjang 2013:



  • Malaysia, dengan niai US$ 6,4 miliar atau Rp 64 triliun. Jumlahnya 6,7 juta ton

  • Korea Selatan, dengan nilai US$ 2,53 miliar atau sekitar Rp 25 triliun. Jumlahnya 2,7 juta ton

  • Kuwait, dengan nilai US$ 906 juta atau sekitar Rp 9 triliun. Jumlahnya 1,07 juta ton

  • Arab Saudi, dengan nilai US$ 709 juta atau sekitar Rp 7 triliun. Jumlahnya 735 ribu ton

  • Qatar, dengan nilai US$ 538 juta atau sekitar Rp 5 triliun. Jumlahnya 562 ribu ton

  • Uni Emirat Arab, dengan nilai US$ 367 juta atau sekitar Rp 3 triliun. Jumlahnya 371 ribu ton

  • Taiwan, dengan nilai US$ 312 juta atau sekitar Rp 3 triliun. Jumlahnya 310 ribu ton

  • Rusia, dengan nilai US$ 261 juta atau sekitar Rp 2 triliun lebih. Jumlahnya 277 ribu ton

  • China, dengan nilai US$ 257 juta atau sekitar Rp 2 triliun lebih. Jumlahnya 245 ribu ton

  • Sisanya dari negara lain, dengan nilai US$ 1,05 miliar atau Rp 10 triliun lebih. Jumlahnya 1,01 juta ton


(dnl/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!