Rupiah Masih Labil di Semester I-2015

Jakarta -Pemerintah telah mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium, dan menetapkan subsidi tetap untuk solar Rp 1.000 per liter. Kebijakan tersebut belum mampu membawa nilai rupiah menguat.

Mengutip data perdagangan Reuters, Senin (5/1/2015), dolar AS berada di posisi Rp 12.568. Menguat dibandingkan penutupan akhir pekan lalu di Rp 12.552.


Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menilai, selama semester pertama tahun ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih akan labil.


Ini akibat kekhawatiran investor atas rencana bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunga acuannya.


"Rupiah semester pertama tahun ini masih labil, masih ada kekahwatiran fed fund rate (suku bunga The Fed) dan harga minyak dunia," katanya, saat ditemui di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jl Wahidin Raya, Jakarta, Senin (5/1/2015).


Kekhawatiran tersebut, kata Fauzi, akan berakhir di semester kedua tahun ini, di mana bank sentral AS diperkirakan telah memberi kepastian soal rencananya tersebut.


Fauzi menyebutkan, kepastian tersebut akan mendorong rupiah bisa ambil posisi di angka Rp 11.900 di akhir 2015.


Selain itu, defisit neraca transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) tahun ini diperkirakan membaik menjadi US$ 20 miliar, dari posisi akhir 2014 sebesar US$ 25 miliar.


"Dengan AS jadi negara produsen minyak, maka neraca perdagangan AS membaik terus, dolar AS menguat terus terhadap rupiah, bahkan terhadap mata uang lain juga. Jadi 12-18 bulan ke depan dolar AS akan kuat, rupiah akan rebound jika CAD menurun dan BI rate dinaikkan," jelas dia.


(drk/dnl)