Pengusaha Anggap Aturan Soal Waralaba di Indonesia Pro Pemodal Besar

Jakarta - Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI) menilai beberapa regulasi soal waralaba di Indonesia belum pro kepada pemodal kecil. Misalnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 53/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

"Waralaba akan lebih didominasi oleh perusahaan menengah dan besar, baik sebagai pewaralaba maupun terwaralaba (franchisee)," ujar Dewan Pengarah WALI Amir Karamoy dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/6/2013).


Menurut Amir, dalam aturan Permendag tersebut menyebut laporan keuangan pewaralaba yang dimuat dalam prospektus penawaran waralaba wajib diaudit oleh akuntan publik, kecuali usaha mikro dan kecil.


"Audit ini akan meningkatkan kepercayaan dari para investor kepada pewaralaba kelas menengah dan besar, sedangkan pewaralaba yang keuangannya tidak diaudit (usaha mikro dan kecil) hampir pasti akan sulit mendapat kepercayaan dari investor," jelas Amir.


Apalagi Permendag Nomor 7 Tahun 2013, tentang Pengembangan Kemitraan dalam Waralaba untuk Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman, diatur penyertaan modal dari Terwaralaba untuk nilai investaris kurang dari Rp 10 miliar, paling sedikit 40% atau Rp 4 miliar.


"Usaha mikro dan kecil dipastikan tidak akan mampu mengikutsertakan modalnya seperti dipersyaratkan. Kekayaan usaha mikro paling banyak cuma Rp 50 juta, usaha kecil paling banyak Rp 500 juta di luar tanah dan bangunan usaha," ungkapnya.


Artinya pengusaha mikro atau kecil dipastikan akan tersisih dari skema waralaba, khususnya jenis usaha makanan dan minuman yang mengambil porsi 60% dari waralaba di Indonesia.


"Kedepannya, perkembangan waralaba secara kualitas akan semakin baik, tapi secara kuantitas akan menurun," tandasnya.


(rrd/hen)