Direktur Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja mengatakan, pemerintah memang memiliki program konversi BBM ke BBG yang fokusnya ke CNG. Alasannya, saat ini Indonesia memiliki gas bumi yang melimpah.
"Tapi masyarakat bebas memilih, karena semakin beragam pilihan bahan bakarnya, maka ketahanan energi nasional semakin kuat. Jadi tidak bergantung pada satu sumber energi saja," ujar Wiratmaja ditemui di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (19/3/2015).
Wiratmaja mengungkapkan, walau keduanya merupakan BBG, tapi jenisnya berbeda, dan converter kit yang digunakan juga berbeda antara CNG dan LGV.
"CNG harganya masih murah karena harga gas di hulunya khusus, dan alokasinya gasnya juga khusus, harus murah. Sehingga ditetapkan di Jabodetabek Rp 3.100/liter setara premium (lsp). Sedangkan harga LGV hanya Rp 5.100/lsp, masih murah karena disubsidi pemerintah Rp 1.500/liter," jelasnya.
Namun, pengembangan infrastruktur CNG dan LGV berbeda. Infrastruktur CNG memerlukan biaya yang cukup besar, mulai dari penyediaan pipa gas, sampai dispenser khusus. SPBG CNG paling ekonomis bila berada di wilayah yang memiliki sumber gas dan pipa.
Sementara LGV lebih mudah, hampir sama dengan elpiji, sehingga bisa didistribusikan dengan truk-truk elpiji.
"Jadi LGV ini lebih kita fokuskan ke daerah yang tidak punya sumur gas, sedangkan CNG kita fokuskan untuk daerah-daerah yang memiliki sumber gas dan pipa gas," tutupnya.
(rrd/dnl)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com