Dolar Tembus Rp 10.000, Bagaimana Nasib Impor BBM Subsidi?

Jakarta - Indonesia mengimpor BBM 800.000 barel per hari dengan menggunakan dolar. Saat dolar menembus Rp 10 ribu, bagaimana nasib anggaran impor yang dilakukan Pertamina?

"Kita memang setiap melakukan impor BBM selalu menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat," kata Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (17/6/2013).


Dikatakan Ali, tidak ada masalah bagi Pertamina apabila rupiah mengalami pelemahan. Pertamina juga tidak khawatir kesulitan mencari dolar AS karena dicarikan oleh 3 bank BUMN yakni Bank Mandiri, BNI, dan BRI. Selain itu Pertamina juga dibantu oleh Bank Indonesia (BI).


Tetapi diakui Ali, apabila rupiah melemah terhadap mata uang dolar AS akan membuat anggaran subsidi akan makin membengkak. "Ya kalau rupiahnya tembus Rp 10.000 akan membuat anggaran subsidi tambah membengkak. Tapi kan BBM yang kita impor saat ini sudah deal dua bulan sebelumnya, pas rupiah masih Rp 9.000," tandasnya.


Seperti diungkapkan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini, kebutuhan BBM di Indonesia dalam sehari mencapai 1,4-1,5 juta kiloliter (KL).


Sementara produksi minyak mentah Indonesia rata-rata per harinya hanya 840.000 barel per hari. Jumlah ini belum dipotong bagian dari perusahaan Migas, sehingga produksi minyak nasional hanya 560.000 per hari.


Artinya dengan produksi 560.000 barel per hari, sementara kebutuhan mencapai 1,4 juta KL per hari, maka dibutuhkan impor sekitar 800.000-900.000 barel per hari baik berupa BBM jadi maupun dalam minyak mentah.


(rrd/dnl)