Ini Alasan Serikat Buruh Tolak Harga BBM Naik

Jakarta - Majelis Pekerja Indonesia (MPBI) yang terdiri dari KSPI, KSPSI, KSBSI dan Federasi Serikat Pekerja mengklaim pada hari ini, Senin (17/6/2013) sebanyak 10.000 buruh di seluruh Indonesia turun ke jalan tolak kenaikan harga BBM. Mereka beralasan kenaikan harga BBM akan menaikkan tarif transportasi, biaya sewa rumah dan lain-lain.

Menurut Presidium MPBI yang juga Presiden KSPI Said Iqbal aksi kali ini juga berlangsung di kawasan industri Pulogadung Jakarta dan industri lainnya serta menyerbu Kantor Gubernur/Bupati/Walikota di berbagai wilayah Indonesia seperti di Serang, Cilegon, Purwakarta, Karawang, Subang, Sukabumi, Cimahi, Bandung, Semarang, Yogjakarta, Surabaya, Mojokerto, Sidoardjo, Pasuruan, Gresik, Probolinggo, Malang, Aceh, Medan, Batam, Bintan, Karimun, Lampung, Jambi, Makasar, Manado, Gorontalo, Samarinda, Karimun, Lampung, Jambi, Makassar, Manado, Gorontalo, Samarinda dan Jayapura.


Ia menegaskan aksi buruh hari ini yang menolak kenaikan harga BBM dan pembagian Bantuan Langsung Sementara (Balsem) pada masyarakat miskin adalah tindakan pembodohan dan tidak produktif.


"Kenaikan harga BBM karena merupakan tindakan yang tidak pro rakyat kecil terutama buruh. Kenaikan harga BBM dari Rp 4.500/liter menjadi Rp 6.500/liter atau sebesar 45 % untuk premium membuat daya beli buruh turun. Kenaikan UMP sebesar Rp 500 ribu-700 ribu akan tergerus sia-sia karena harga sembako naik, sewa rumah/kontrakan naik, transportasi naik dan Inflasi akan naik diatas 10 %," ungkap Said kepada detikFinance, Senin (17/6/2013).


"Dampaknya pada 44 Juta buruh formal akan jadi miskin lagi jadi buruh akan makin menderita jadi wajar bila buruh akan bereaksi keras atas ketidakadilan karena kenaikan harga BBM," imbuhnya.


Menurut Iqbal, pemerintah telah gagal mengelola keuangan Negara terutama mengoptimalkan potensi pajak. Dari 60 juta orang dengan penghasilan kena pajak, baru sekitar 8.8 juta atau 14,7 % yang membayar pajaknya. Kemudian dari 5 juta badan usaha yang mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak, baru 520 ribu atau 10,4 % saja yang membayar pajaknya. Selain itu Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) turun dari Rp 584.9 Triliun jadi Rp 530.7 Triliun turun Rp 54.1 Triliun.


Terkait pemberian Balsem sebagai penganti subsidi BBM kepada rakyat miskin menurutnya sarat kepentingan politis. Dikatakan Said pemberian Balsem ini akan dimanfaatkan partai penguasa untuk menarik dukungan masyarakat serta kenaikan harga BBM dan pemberian Balsem hanya untuk kepentingan para politisi dan pencitraan para pejabat di mata rakyat.


"Balsem adalah pil pahit bagi rakyat miskin, karena Pemberian Balsem yaitu Rp 150 ribu/bulan/keluarga artinya tiap keluarga dengan 4 orang dapat bantuan Rp 1.250/ orang/hari sedangkan kenaikan BBM Rp 2.000/liter ditambah naiknya harga sembako, transportasi, dan kontrakan yang bila dihitung tidak akan kurang dari Rp 400 ribu/keluarga," katanya.


Menurutnya rakyat miskin akan tekor Rp 250 ribu/bulan bila subsidi BBM diganti Balsem. Balsem hanya diberikan selama 4 bulan. Sedangkan imbas dari kenaikan BBM akan selamanya dirasakan rakyat miskin dan buruh. Apalagi kenaikan harga BBM ini menjelang bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri pasti kenaikan harga akan berlipat-lipat.


(wij/hen)