Sofjan Wanandi: 85% Otonomi Daerah di Indonesia Tak Berhasil

Jakarta - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi meyakini sekitar 85% pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia gagal dalam pelaksanaannya Hanya sedikit otonomi daerah yang berhasil atau sekitar 15%.

Menurutnya, keberhasilan otonomi daerah sangat ditentukan oleh kepemimpinan kepala daerah. Periode 10 tahun membangun sistem otonomi daerah tak cukup bagi Indonesia sukses menerapkan anti sentralisasi ini.


"Selama 10 tahun otonomi daerah yang baiknya cuma 15%. 85% otonomi kita nggak berhasil. Kalau pemimpin baik, maju daerahnya," ucap Sofjan saat diskusi Forum Dialog Investasi di Kantor Pusat Apindo, Gedung Permata Kuningan Jakarta, Senin (17/6/2013).


Menurutnya, keberhasilan otonomi daerah mutlak ditentukan visi dan program yang dijalankan pemimpin daerah. Sofjan menjelaskan salah satu penyebabnya minimnya porsi anggaran untuk pembangunan infrastruktur.


Hal ini kemudian berdampak pada minat investor untuk menanamkan modal dan berbisnis di daerah. Ditambah lagi dengan ketidakpastian aturan dan kondisi yang diciptakan oleh pemerintah daerah.


"Pengusaha yang dibutuhkan kepastian hukum. Pemda jangan mengganggu. Gangguan dari segala macam seperti NGO. Daerah lebih suka paka calo (perizinan) karena bisa janji macem-macem. Akhirnya nggak dapet apa-apa terus pengangguran bertambah," paparnya.


Hal serupa juga disampaikan oleh pengusaha nasional dan juga Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang. Pria yang akrab disapa Franky ini menjelaskan perizinan di berbagai daerah sangat berbelit-belit bahkan terkesan menghambat investasi yang datang, bahkan membebani investor seperti izin AMDAL.


"Berapa lama selesai. Awal studi AMDAL. Bisa kumpulkan Kades di daerah. Membicarakan kerangka di daerah. Sesudah itu studi AMDAL. Ada sosialisasi studi AMDAL. Perusahaan bisa bikin AMDAL 3 bulan, saya ragukan," tambahnya.


Menurutnya masih banyak hal yang menghambat untuk berinvestasi di daerah. Seperti soal pembebasan lahan dan gangguan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Hal kemudian berujung pada tidak berjalannya otonomi daerah.


(feb/hen)