Kalau Harga BBM Subsidi Tak Naik Sekarang, Generasi Mendatang Kena Getahnya

Jakarta -Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi sudah bisa dikatakan mutlak untuk dilakukan oleh pemerintah. Kalau tidak, bukan hanya orang yang hidup hari ini menerima dampaknya. Namun juga anak cucu di generasi mendatang.

Alasannya, konsumsi BBM terus meningkat setiap tahun, sementara produksi minyak turun. Perbandingannya, konsumsi bisa mencapai dua kali lipat dari produksi.


"Konsumsi itu pasti akan terus naik, seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara produksi, sekarang 800 ribu barel per hari, tahun 2019 itu cuma 500 ribu barel per hari," ujar Fauzi Ichsan, Senior Ekonom Bank Standard Chartered kepada detikFinance, Sabtu (26/7/2014)


Bila dengan keadaan BBM yang disubsidi oleh pemerintah, artinya anggaran yang dibutuhkan juga semakin besar. Tahun 2014, anggaran untuk mensubsidi BBM mencapai Rp 285 triliun.


"Kalau konsumsi naik dengan premium harga Rp 6.500 per liter itu anggarannya pasti akan terus naik," jelasnya.


Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, kata Fauzi pemerintah tidak cukup hanya dengan mengandalkan penerimaan. Setiap tahunnya, setiap anggaran subsidi BBM yang melonjak, ditutup melalui utang.


"Sudah defisit konsumsi dengan produksi. Kemudian dibiayai oleh utang," kata Fauzi.


Utang yang dilakukan sekarang, akan dibayar oleh generasi mendatang. Menjadi cukup ironi, demi menkonsumsi BBM dengan harga Rp 6.500 dan Rp 5.500 per liter, anak cucu di masa yang akan datang harus menanggungnya.


"Harus generasi mendatang kan yang bayar, cuma gara-gara kita ingin konsumsi BBM murah," imbuhnya.


(mkl/ang)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!