Pakai Pabrik 'Ompong', Gula RI Jadi Lebih Mahal Dibanding Thailand

Jakarta -Proses produksi gula di dalam negeri sampai saat ini sangat tidak efisien sehingga kalah dengan negara produsen gula lainnya seperti Thailand. Proses produksi gula yang tidak efisien membuat harga gula lokal tak bisa bersaing, karena masih banyak menggunakan pabrik-pabrik tua warisan era kolonial Belanda.

Presiden Direktur PT Gendhis Multi Manis, Kamadjaya, pemilik PG Blora, mengibaratkan proses produksi gula dengan pabrik tua seperti orang yang sudah tak bergigi alias ompong. Maka hasilnya pun tidak efisien.


"Ibarat orang sudah tua, mengunyah makanan dengan gigi ompong, sampai di tenggorokan, lambung, anus pun ada kebocoran. Tidak efisien," kata Kamadjaya kepada detikFinance, Selasa (9/12/2014).


Kamadjaya mengatakan hasil rendemen atau persentase kadar gula setiap batang tebu di pabrik-pabrik tebu Indonesia rata-rata hanya 6-7%. Sedangkan di Thailand bisa mencapai 12%.


Menurutnya dengan rendemen 12%, Thailand bisa memproduksi gula dengan harga US$ 400/ton atau kurang lebih Rp 5.000/kg. Sedangkan di Indonesia dengan rendemen 6-7% menghasilkan gula dengan harga Rp 8.000 lebih/kg. Artinya gula produksi di Indonesia lebih mahal 60%.


"Di Indonesia kalau rendemen 12%, harga gula bisa Rp 5.570/kg (di pabrik)," kata Kamadjaya.


Kamadjaya mengungkapkan rendemen pabrik gula di Indonesia pada masa Hindia Belanda sempat mencapai 14-16%. Artinya sebagai negara tropis Indonesia diuntungkan, sehingga bisa menghasilkan tebu yang lebih baik dibandingkan Brasil yang punya rendemen 13%.


Padahal menurut Kamadjaya, bila rendemen pabrik-pabrik gula ditingkatkan menjadi 12%, maka tak hanya membuat harga gula lebih murah. Produksi akan meningkat tajam. Dengan kenaikan rendemen dari 6-7% menjadi 12%, maka akan ada peningkatan produksi gula dari 2,5 juta ton menjadi 4 juta ton lebih.


"Di Indonesia, proses perbaikan harus dimulai dari pabrik, petani mana bisa. Kita tidak miliki itu pabrik yang baik. Maka dari itu saya bangun pabrik gula," katanya.


Pengalaman di pabrik gula Blora miliknya, Kamadjaya mengungkapkan rendemen bisa mencapai 9% karena didukung oleh pabrik baru yang jauh lebih efisien.


(hen/hds)