11% Gula Impor Terbukti Merembes ke Pasar, Petani Tebu Desak Sanksi Tegas

Jakarta -Para petani tebu di bawah Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menanggapi temuan 11% rembesan gula rafinasi berbasis raw sugar impor ke pasar umum. Mereka mendesak Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengungkap nama-nama produsen gula rafinasi yang terbukti bersalah dan memberikan sanksi tegas.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menyampaikan beberapa sikap para petani tebu terhadap temuan ini.


"Temuan tersebut sebagai bukti kebenaran bahwa ada gula rafinasi yang masuk ke pasar konsumsi," kata Soemitro dalam keterangannya kepada detikFinance, Selasa (6/1/2015)


Berikut beberapa sikap dan desakan APTRI kepada Kemendag:



  • APTRI berkeyakinan bahwa kenyataan di lapangan lebih besar dari hasil audit Kemendag.

  • Temuan ini sebagai bukti bahwa kuota impor raw sugar 2014 sebesar 2,8 juta ton berlebih, artinya kebutuhan riil industri makanan dan minuman di bawah kuota, sebab tidak mungkin bocor bila tak berlebihan.

  • Menteri Perdagangan harus berani mengoreksi kuota impor raw sugar 2015 jadi hanya 1,5 juta ton sampai 1,8 juta ton. Bila dalam perjalanan terjadi benar kekurangan, baru ditambah dengan sangat selektif.

  • Mendesak sanksi dengan cabut izin impor bagi perusahaan gula rafinasi yang melanggar ketentuan, dan harus gunakan bahan baku tebu kalau ingin tetap berproduksi.

  • APTRI menganggap di awal 2015 masih ada penjualan gula rafinasi melalui distributor, sehingga perlu segera tangkap dan beri sanksi tegas.

  • APTRI mendesak agar Mendag mengumumkan perusahaan gula rafinasi yang melanggar, sehingga bila ternyata ada perusahaan gula rafinasi yang tertib, mereka tidak kena imbas.


Sebelumnya berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan Kemendag terhadap gula rafinasi yang disalurkan oleh 11 produsen pada periode Januari-Juli 2014 sebesar 1,7 juta ton, sebagian menunjukkan penyimpangan. Gula rafinasi yang berbasis raw sugar impor seharusnya tak boleh masuk ke pasar umum, namun hanya untuk industri.

Dari jumlah tersebut, jumlah yang disalurkan kepada industri makanan dan minuman sebesar 1,588 juta ton (88,84%), sedangkan sisanya sebesar 199,5 ribu ton (11,16%) terindikasi tidak sesuai peruntukan atau diduga bocor ke pasar konsumen/umum. Bocornya gula impor ini memicu pasokan gula di pasar berlebih sehingga merusak gula petani lokal.


(hen/hds)