Ketua Dewan Pengurus Organda DKI Jakarta Safruan Sinungan mengatakan, kebijakan pemerintah menghapus subsidi BBM jenis Premium menyebabkan harga BBM itu dilepas ke pasar mengikuti harga minyak dunia. Tarif angkutan pun otomatis akan mengikuti fluktuasi harga Premium.
"Kalau subsidi dihapus artinya harga Premium akan mengikuti harga minyak dunia yang naik-turun. Mau tidak mau tarif angkutan juga ikut naik-turun, setiap bulan akan ada penyesuaian. Masa kita bolak-balik mengubah tarif angkutan?" terang dia saat dihubungi detikFinance, Minggu (4/1/2015).
Safruan mengusulkan, pemerintah memberikan subsidi BBM jenis Premium dan Solar bagi angkutan umum sebesar Rp 2.000-Rp 2.500 per liter. Penerapan subsidi BBM ini berlaku untuk angkutan umum baik orang maupun barang. Dengan cara ini, tarif angkutan umum bisa dikontrol.
"Mestinya untuk angkutan, pemerintah harus menerapkan subsidi khusus, jangan dilepas. Jadi untuk angkutan umum baik orang maupun barang, Premium sama Solar disubsidi. Angkot kecil seperti Mikrolet itu kan pakai Premium, taksi juga. Kalau subsidi Premium dihapus, ongkos operasional makin mahal sementara kenaikan tarif angkutan minim sekali. Solar juga perlu subsidi yang lebih tinggi, bukan Rp 1.000. Idealnya subsidi Premium dan Solar Rp 2.000-Rp 2.500," jelas dia.
Lebih jauh dia mengungkapkan, pemerintah bisa menghitung secara rinci berapa kebutuhan subsidi BBM untuk angkutan umum. Hal ini bisa menjadi acuan pengeluaran pemerintah.
Safruan menyebutkan, data per November 2014, ada sekitar 103.000-106.000 angkutan umum baik orang maupun barang.
"Misalkan pertumbuhannya setiap tahun 5-10%, kan tinggal dihitung kebutuhan BBM nya berapa, itu bisa terukur. Pemerintah bisa menghitung jumlah angkutan umum. Setelah itu, dilakukan evaluasi 3 bulanan, misalnya. Ini harusnya jadi prioritas," papar Safruan.
(drk/hds)
