Aktivitas kapal-kapal pencuri ikan di laur Merauke sangat tinggi. Bahkan lampu-lampu kapal penangkap ikan di tengah laut terlihat gemerlap bila dilihat saat malam hari.
"Kalau dari pengalaman saya serta laporan dari nelayan yang ada di pinggir dan lepas pantai mengatakan laut Merauke kalau malam hari seperti kota Jakarta. Kapalnya banyak termasuk di dalamnya ilegal," katanya saat diskusi terbatas di Hotel Gran Hyatt Jakarta, Senin (30/03/2015).
Maraknya praktik illegal fishing di Merauke dibuktikan dengan hasil pencatatan ekspor ikan yang jauh lebih sedikit dibandingkan target yang ditetapkan pemerintah daerah (Pemda).
Seperti ekspor ikan dari Merauke di tahun 2013 hanya 44.585.205 kg atau 44.585 ton dan naik sedikit di tahun 2014 menjadi 48.350.385 kg atau 48.350 ton. Ekspor ikan di Merauke paling banyak didominasi oleh dua perusahaan besar yaitu Dwikarya dan Sino.
"Ini masih kecil dan sangat kecil, banyak data yang tidak benar. Seharusnya ekspor bisa mencapai 100.000 ton," imbuhnya.
Mayoritas praktik illegal fishing di Merauke dilakukan dengan cara transhipment atau bongkar muat ikan di tengah laut. Kapal penangkap ikan dari perusahaan tertentu langsung mengirimkan hasil tangkapan ikan ke tramper atau kapal angkut besar yang menunggu di garis perbatasan. Ikan lalu diangkut tanpa didaratkan dan dicatat terlebih dahulu di pelabuhan muat.
"Pemanfaatan laut kita belum maksimal. Kerugian akibat illegal fishing lebih besar daripada illegal logging. Biasanya di ZEE Line ada mother ship (kapal angkut/tramper) yang datang dan kita tidak tahu dia parkir dimana. Contoh biasanya Dwikarya itu dia langsung diekspor," kata Romanus.
(wij/hen)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com