Nepal: Pesta Panen Pesta Jual-Beli Anak

Jakarta -Dil Kumari berusia 9 tahun ketika orang tuanya menjualnya kepada orang kaya hidung belang. Saat itu, Kumari sudah bisa marah-marah dan tak menerima keputusan orang tua. Tapi dia tak bisa berbuat banyak. Sampai kini, ketika dia sudah berusia 20 tahun, Kumari belajar menerima kenyataan itu dengan lapang dada.

“Bahkan anak berusia 7 dan 8 tahun sudah dijual, itu normal,” katanya, seperti dikutip majalah TIME.


Selama beberapa dekade, praktek penjualan anak perempuan itu berlangsung di Nepal. Umumnya terjadi di kelompok masyarakat Tharu. Saban Januari, pada pesta panen alias maghi, jual beli anak perempuan ini berlangsung.


Kini ada penolong bagi mereka, yaitu bekas rekan-rekan mereka sendiri yang sudah keluar dari perbudakan. Setiap bulan Januari mereka akan menemui keluarga yang diduga akan menjual anaknya, dan menyatakan bahwa tindakan itu adalah kejahatan. Kalau menolak, mereka akan menghubungi pihak berwajib.


Kemiskinan, umumnya menjadi alasan masyarakat Tharu menjual putrinya. Orang tua bermimpi, putri-putrinya akan memiliki hidup yang lebih baik di luar komunitas, sembari berharap ada kiriman duit kepada mereka.


Pada pesta maghi, orang tua akan menemui tuan tanah tanah yang kaya dan menawarkan anak-anaknya. Di masa lalu, mobil-mobil mewah dari Kathmandu atau Pokhara berjejer dan pemiliknya sibuk memilih-milih anak perempuan yang akan dibeli.


Menurut laporan TIME, seorang anak perempuan dibanderol hanya sekitar Rp 200 ribu sampai Rp 600 ribu. Konon, anak-anak itu akan diberikan pakaian yang bagus, disekolahkan, tapi sambil bekerja sebagai pembantu. Tapi faktanya, banyak yang diperlakukan sebagai budak atau pemuas nafsu.Next


(DES/DES)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!