Kisah Investasi Yusuf Mansur, dari Hotel sampai Ladang Minyak di Kazakhstan

Jakarta - Ustadz kondang Yusuf Mansur yang berbisnis 'mimpi' melalui investasi belakangan ramai sekali dibicarakan.

Dengan skema modal kecil dan usaha besar, Yusuf Mansur menjaring dana masyarakat lewat program Patungan Usaha (PU) dan Patungan Aset (PA).


Mengutip Majalah Detik Edisi 80, ide kedua program ini bergulir sejak 2012. Bisnis itu berawal dari kicauan Yusuf di Twitter. Ustadz yang moncer lewat buku ‘Wisata Hati’ dan ajaran sedekah itu menyoroti cengkeraman asing di negeri ini.


Menurutnya, banyak sumber daya alam Indonesia, dan peluang-peluang bisnis di Indonesia justru dinikmati bukan oleh rakyat. Ia lantas melempar solusi ekonomi berjemaah untuk membeli ulang aset Indonesia agar tidak dikuasai kapitalis. Ia yakin bila umat Islam bersatu dengan patungan uang maka perusahaan vital seperti telekomunikasi, perbankan, asuransi dan maskapai penerbangan bisa dikuasai kembali


"Terus saya bilang, daripada ngomong doang ayo bismillah patungan yuk. Ini nomor rekeningnya. Yang percaya sama saya, taruh Rp 1 juta," kisah Yusuf saat ditemui Majalah Detik kala itu.


Ia kaget, dalam waktu dua minggu tiba-tiba terkumpul Rp 800 juta. Bahkan, dua sampai tiga bulan berlalu, Yusuf tetap tidak tahu akan diapakan uang patungan yang sudah terkumpul itu. Sementara uang itu jumlahnya semakin banyak.


Akhirnya Yusuf memutuskan membuat uang hasil patungan itu untuk bisnis hotel. Yusuf mengakuisisi sebuah hotel dan apartemen dua menara bernama Topas, dekat Bandara Soekarno-Hatta.


Dalam websitenya Yusuf Mansur menjelaskan, banderol harga hotel dan apartemen Topas Rp 150 miliar. Setiap peserta membenamkan modal Patungan Usaha sebesar Rp 12 juta. Yusuf membidik 15.000 peserta PU demi memuluskan proyek ini.


Selain itu juga, Yusuf Mansur juga bermimpi bisa mengakuisisi ladang minyak di Kazakhstan yang belum digarap negara tersebut. Yusuf yang mendapatkan info dari rekannya di Pertamina mengatakan membutuhkan investasi hingga Rp 1 triliun untuk mencaplok sebuah ladang minyak di Kazakhstan tersebut.


Terlepas dari cita-cita dan impian sang Ustadz, ternyata bisnis Yusuf belum berizin secara legal. Bisnis itu masih mengatasnamakan Yusuf Mansur sebagai pribadi dan belum berbadan hukum.


"Siapapun yang menarik dana masyarakat, lalu memberikan imbal hasil merupakan bentuk investasi," jelas Anggota Dewan Komisioner OJK Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono.


Sesuai aturan, investasi yang beranggotakan 50 orang ke atas wajib meminta izin OJK. Dan sudah pasti investasi itu dilarang bila izin itu belum dikeluarkan.


OJK maupun Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekalipun belum pernah dimintai izin ustaz yang tenar dengan ajakan sedekahnya itu. Patungan Usaha yang menawarkan investasi minimal Rp 12 juta belum tercatat di OJK.


Kegiatan sang ustadz menarik dana masyarakat dan mempromosikannya lewat media sosial dan internet merupakan bagian dari investasi.


(dru/dnl)