Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengatakan, aturan yang tertuang di dalam UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun pada dasarnya sudah benar. Namun pengembang pun tidak bisa disalahkan untuk melakukan pemasaran sebelum bangunan tersebut dibangun.
"Memang tidak boleh kita menjual gambar, tapi bagaimana kita mau mengetahui pasar kalau belum dipasarkan dulu," kata Eddy saat ditemui di acara Ulang Tahun Apersi ke-15 di Hotel Santika Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (20/11/2013).
Eddy mengatakan, pengembang sah-sah saja melakukan hal itu untuk mengetahui pasar. Apalagi, konsumen bisa langsung memesan rusun yang dipasarkan tanpa membayar uang. "Kalau dia mau booking kan boleh," katanya.
Menurut Eddy yang perlu diwaspadai adalah pengembang nakal. Maksudnya adalah pengembang yang sudah menerima pesanan rusun dari konsumen namun dengan meminta uang booking.
"Ada pengembang yang langsung jualan, itu yang nggak boleh. Saya setuju kalau gitu," katanya.
Berdasarkan UU para pengembang properti dilarang menjual apartemen atau rusun yang masih off plan atau masih berbentuk brosur alias belum ada konstruksi fisik. Sebuah proyek properti khususnya rumah susun (rusun) baru boleh dipasarkan setelah konstruksi fisiknya terbangun sedikitnya 20%.
Ketentuan ini diatur dalam UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Diatur dalam UU itu para developer harus memenuhi persyaratan keterbangunan konstruksi fisik rumah susun minimal 20%. Hal ini untuk mencegah promo-promo jual apartemen tapi bangunannya belum ada.
Menpera Djan Faridz mengatakan UU tersebut dikeluarkan pemerintah sebagai bentuk perlindungan konsumen. Di antaranya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti pengembang yang membawa lari uang konsumen.
"Kita bantu pengaturannya, setelah terbangun 20% baru dipasarkan, itu bentuk perlindungan," kata Djan Faridz.
(zul/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
