'Hadiah Mama' dan Propaganda K-Pop

Jakarta - Kehebohan itu menyeruak di dunia maya. Foto para kontestan kontes kecantikan Korea Selatan yang diunggah ke Internet membikin publik Internet terkejut. Wajah para kontestan itu kelihatan mirip semua. Semuanya melakukan operasi plastik? Ada yang mengaku, ada yang membantah.

Seorang perempuan Korea Selatan, yang tak mau disebutkan namanya, tertawa saja ketika kesamaan itu dipertontonkan kepadanya. Dia bilang, itu tak mengherankan.


“Operasi plastik itu sudah jadi bahan becandaan saja di antara kami, kadang-kadang kami tertawa karena ternyata operasi di dokter yang sama,” katanya sambil tertawa, seperti dikutip Vice.com.


Lucunya, kata dia lagi, lantaran begitu populernya operasi plastik, sudah ada bentuk standar untuk hidung dan mata. Bentuk itu dinilai paling pas untuk perempuan Korea.


Perempuan Korea tak mau mengambil contoh wajah perempuan barat, yang dinilai terlalu panjang hidungnya dan terlalu besar matanya. “Saya salah satunya, saya sudah mengambil operasi dasar itu,” katanya, kembali tertawa.


Sejurus kemudian dia berbicara serius. Menurutnya, maraknya operasi plastik di Korea Selatan tak lepas dari pengaruh orang tua. Contohnya adalah ibunya sendiri. “Itu ide ibuku, beliau bilang itu soal kecil saja, tinggal tutup mata, tidur, dan beres. Kau bangun dan begitulah kamu seumur hidup,” katanya.


Kisah hampir serupa diungkapkan Chae Jeongwon, seorang pelajar 16 tahun asal Gumi, di selatan Korea. Dia bilang, dirinya tumbuh dengan tren operasi plastik sebagai hadiah ulang tahun dari orang tua.


“Itu adalah hadiah bagi pelajar sekolah menengah,” kata Jeongwon. “Kami bilang, Ibu, kalau ibu mau membuat mata atau hidung kami lebih baik dari sebelumnya, maka tolong hadiahkanlah.”


Jeongwon bilang, kini ada anggapan umum di tengah publik bahwa semakin cantik seorang perempuan Korea kelihatannya, maka semakin banyak keuntungan yang didapatkannya. Contohnya, lebih mudah mendapatkan pekerjaan.


Hal ini diamini oleh James Turnbull, seorang penulis dan pengajar soal feminisme dan kultur pop Korea. Menurut dia sekarang ada aturan yang ketat tentang penampilan seorang perempuan di tempat kerja. Standarnya bahkan lebih berat ketimbang negara barat.


Sebagai contoh, pelamar kerja harus melampirkan foto wajah pada surat lamarannya. “Pemberi kerja biasanya memberi nilai tambah pada penampilan fisik,” kata Turnbull.


Kang NaYeon dari Gumi mengatakan, memang masih banyak perusahaan yang terang-terangan menolak mereka yang sudah melakukan operasi plastik. Tapi anehnya, perusahaan itu tak menutupi fakta bahwa mereka mencari sosok yang menarik.


Alhasil, kata NaYeon, banyak orang tua yang membawa putri-putrinya ke ahli bedah plastik dalam usia yang lebih muda. Harapannya, “Operasi pada usia yang lebih muda akan membuat wajah mereka kelihatan lebih alami,” kata mahasiswi 23 tahun yang mendapat hadiah operasi di kelopak matanya saat lulus sekolah menengah ini.


Kultur konsumerisme di Korea Selatan selama dua atau tiga dekade terakhir ikut dituding sebagai penyebab tren ini. Apalagi di tengah arus deras industri hiburan K-pop yang mendunia. K-pop telah menciptakan estetika kecantikan yang berbeda dibandingkan masa lalu.


Sebagai contoh, tengok saja wajah Miss Korea 1960, Mihija Sohn, lalu bandingkan dengan Sung-hye Lee, pemenang Miss Korea 2012. Wajah Sohn terlihat lebih lebar, hidung lebih rata, dan mata yang mungil. Tapi kecantikan Sohn dianggap sudah kuno.


“Kecantikan sekarang itu adakah kepala yang mungil, mata yang besar, dan hidung yang mancung,” kata Bae Songhee, seorang pelajar putri berusia 16 tahun dari Gumi.


Gumi hanyalah sebuah kota kecil di selatan Korea. Tapi kosmetika tak terpagari batas-batas wilayah geografis. Gadis-gadis di Gumi sama obsesifnya terhadap operasi plastik dengan gadis-gadis di kota metropolis Seoul.


Kecantikan model baru itu menyebar lewat tayangan televisi dan video yang menampilkan idola remaja Korea masa kini, seperti WonderGirls dan Girls Generation. Mereka rata-rata memiliki wajah mungil, mata yang besar, dan hidung mungil tapi mancung. Banyak artis K-pop bahkan menjadi duta rumah sakit atau klinik operasi plastik.


Sharon Hejiin Lee, seorang guru besar di Jurusan Sosial dan Analisa Kebudayaan di Universitas New York mengatakan, mau diakui atau tidak, kaum perempuan Korea Selatan sendiri yang menjadi pemropaganda kecantikan ala pisau operasi itu.


(DES/DES)