Ini Perbudakan Modern, Dari Seks Sampai Kerja Paksa

Jakarta -Pada masa pendudukan Jepang, kita mengenal istilah romusha, yaitu orang Indonesia yang 'diperbudak' dalam kerja paksa. Sebelumnya ada cultuurstelsel alias aturan tanam paksa pada zaman penjajahan Belanda.

Di era modern seperti sekarang, masihkah ada sistem kerja paksa atau perbudakan manusia? Ternyata sistem seperti itu masih diterapkan di berbagai tempat di dunia. Ada yang terang-terangan, ada yang tersembunyi.


Menurut laporan Global Report on Forced Labour dari International Labour Organisation (ILO), pada 2005 ada lebih dari 12,4 juta orang di seluruh dunia yang menjadi korban kerja paksa. Pada 2011, menurut data Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, jumlahnya sudah mencapai 27 juta.


Korban kerja paksa modern itu berada di berbagai tempat dalam sistem perekonomian global. Mulai dari buruh pertanian tomat, kapas, orang sipil yang dipaksa berperang, sampai perbudakan rumah tangga. Korbannya dari anak-anak sampai orang dewasa.


Kerja paksa adalah bagian dari perbudakan manusia. Di dalamnya termasuk pula perbudakan seks yang berkaitan dengan penyelundupan manusia, seperti yang terjadi di Nepal, Kamboja, India, dan sebagainya.


Romusha dan cultuurstelsel barangkali tinggal catatan sejarah. Tapi ia masih terjadi dalam wujudnya yang lain, di sekeliling kita.


Di Uzbekistan, negara pecahan Uni Soviet, saban tahun ada titah dari pemerintah bagi seluruh rakyat untuk terjun ke perkebunan kapas. Mereka harus memetik kapas selama berhari-hari, bahkan sampai setengah bulan, dengan bayaran minim atau tak dibayar sama sekali. Next


(DES/DES)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!