"Harga BBM yang naik-turun hanyalah konsekuensi dari kebijakan pemerintah, mengalihkan subsidi BBM ratusan triliun ke sektor yang lebih produktif," ujar Sudirman Said di acara 'Implementasi Kebijakan Energi Nasioal Dalam Rangka Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Untuk Kesejahteraan Rakyat, di Universitas Indonesia, Balairung, Depok, Jawa Barat, Senin (30/3/2015).
Sudirman menegaskan 'energi' bangsa Indonesia akan habis hanya untuk terus berdebat ketika harga BBM naik-turun. Padahal, di sisi lain ketahanan energi Indonesia sangat rapuh.
Cadangan operasional Bahan Bakar Minyak (BBM) yang hanya 20 hari, padahal di di negara lain mencapai 3-6 bulan lebih. Bahkan Indonesia tidak memiliki sama sekali cadangan BBM migas sama sekali, sementara negara lain punya 6 bulan lebih.
"Kita lalai bicara hal besar, yang berguna bagi masa depan, karena tidak bisa lepas dari urusan kekinian seperti harga BBM. Karena itu sebaiknya pembicaraan tentang kenaikkan harga BBM jangan menyerap seluruh tenaga dan pemikiran kita," ungkap Sudirman.
Ia menambahkan, tidak hanya cadangan BBM Indonesia yang tidak ada sama sekali, cadangan minyak Indonesia yang tidak bertambah dan pemerintah harus mendorong eksplorasi hulu migas, harus membangun kilang minyak, menambah infrastruktur penyimpanan BBM, sampai pembangunan energi baru terbarukan dan konservasi energi.
"Selama ini pembangunan infrastruktur ketahanan energi kita tidak terbangun dengan baik, karena dananya habis untuk anggaran subsidi BBM. Jadi, jangan habiskan energi kita bahas kenaikan harga BBM Rp 500/liter," tutupnya.
Seperti diketahui, hari ini Komisi VII DPR menjadwalkan memanggil Menteri ESDM Sudirman Said Pukul 14.00 WIB, untuk meminta penjelasan kepada pemerintah, terkait keputusan menaikkan harga BBM Rp 500/liter pada Sabtu (28/3/2015).
(rrd/hen)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com