Menko Sofyan: Harga BBM Harusnya Naik Lebih dari Rp 7.300/Liter

Jakarta -Harga bensin premium harusnya naik menjadi Rp 8.000/liter lebih, namun pemerintah hanya menetapkan harganya Rp 7.300/liter (di luar Jawa-Madura-Bali). Hal ini dilakukan agar tidak terlalu membebani masyarakat.

"Alasannya karena begini, kan kita lihat tren harga minyak sekarang naik, terjadi pelemahan rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat. Tapi agar supaya tidak menimbulkan shock di masyarakat, pemerintah hanya tetapkan Rp 7.300/liter," ungkap Menko Perekonomian, Sofyan Djalil, ditemui di kantornya, kawasan Lapangan Banteng, Senin (30/3/2015).


Sofyan mengakui dengan penetapan harga premium hanya Rp 7.300/liter, padahal seharusnya lebih dari Rp 8.000/liter, maka hal ini membebani PT Pertamina (Persero), selaku badan usaha yang menyalurkan BBM ke seluruh daerah. Hal ini karena harga bensin premium sudah tidak disubsidi lagi oleh pemerintah.


"Nanti kita harapkan dievaluasi lagi, karena sebenarnya kan dihitung berdasarkan tahunan. Jadi, kalau ada rugi dilihat di akhir tahun," katanya.


Ia menambahkan, memang dengan kenaikan harga BBM saat ini, akan berpotensi menaikkan harga barang kebutuhan pokok masyarakat. Namun, hal ini lebih disebabkan struktur atau rantai pasokan barang ke pasar yang masih belum berjalan baik.


"Itu struktur pasar yang harus kita bereskan, struktur pasar itu perlu waktu. Karena tidak cukup sehat sekarang. Masih banyak oligopoli, kartel. Struktur pasar ini yang harus dibereskan. Dan ditargetkan dihilangkan. Tapi perlu waktu karena sudah lama sekali,"


Salah satu cara agar harga kebutuhan pokok masyarakat bisa stabil, pemerintah akan lebih memperkuat peran Bulog.


"Ya kita perkuat peran Bulog nanti," tutupnya.


Sebelumnya, Sofyan mengatakan, Pertamina sebelumnya meminta kepada pemerintah harga premium naik jadi Rp 8.000/liter dari Rp 6.800/liter Namun ditolak Kementerian ESDM yang hanya menyetujui kenaikan harga Rp 500/liter saja.


"Pertamina minta disesuaikan Rp 8.000, tapi ESDM minta kali ini menyesuaikan dulu Rp 500, nanti tentu tiap bulan dua kali di-review bisa naik atau turun," jelas Sofyan.


(rrd/hen)

Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com

Informasi pemasangan iklan

hubungi : sales[at]detik.com