Krisis Mesir Bakal Dongkrak Harga Elpiji

Jakarta - PT Pertamina (Persero) khawatir dengan krisis politik di Mesir karena bakal mendorong harga gas (elpiji) impor CP Aramco. Sampai saat ini 50% pasokan elpiji Indonesia berasal dari impor.

"Pertamina terus rugi di bisnis elpiji 12 Kg, kondisi akan makin berat apabila terjadi kenaikan harga elpiji di pasaran dunia (CP Aramco) seiring terjadinya krisis di Mesir dan masih belum stabilnya konflik di Timur Tengah," kata VP Gas Domestik PT Pertamina (Persero) Gigih Wahyu ketika dihubungi detikFinance, Minggu (14/7/2013).


Menurutnya jika harga CP Aramco terus naik, maka kerugian Pertamina pasti akan meningkat. Terutama untuk penjualan elpiji 12 Kg yang sampai saat ini masih disubsidi Pertamina Rp 5.000 lebih per Kg.


"Dampak kerugian ini pasti ada, namun Pertamina mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengamankan pasokan elpiji saat ini dan di masa depan," ucap Gigih.


Sampai saat ini 50% pasokan elpiji masih dipasok dari impor. Pertamina hanya memiliki 2 floating storage dengan kapasitas masing-masing 44.000 Metrik Ton (MT) untuk menampung gas impor dan produksi dalam negeri.


"Harapan kami agar pemerintah bisa segera menaikkan harga elpiji 12 Kg, walaupun belum ke harga keekonomian, namun setidaknya mengurangi kerugian minimal 50% dari tahun 2012 lalu yang mencapai Rp 5 triliun," ujarnya.


Selain itu, lanjut Gigih, secara periodik harga gas elpiji non subsidi seperti 12 Kg akan terus dinaikkan. Pertimbangannya elpiji 12 Kg untuk masyarakat menengah-atas yang tak tak berhak mendapat subsidi. Kenaikan harga elpiji 12 Kg juga akan membantu Pertamina sebagai BUMN akan tak terus merugi.


"Sebagai BUMN, Pertamina harus untung dalam berbisnis sesuai Undang-Undang BUMN," kata Gigih.


(rrd/hen)