Industri Mana Yang Untung Karena Anjloknya Rupiah?

Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Posisi dolar AS mendekati Rp 11.000. Namun ada beberapa sektor industri yang tidak terkena dampak dari situasi ini.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia Benny Soetrisno mengungkapkan, ada industri yang diuntungkan dan dirugikan saat kondisi rupiah terus melemah.


"Yang paling diuntungkan dari pelemahan nilai tukar rupiah adalah sektor industri yang bahan bakunya atau biaya produksi menggunakan mata uang rupiah, contohnya industri kelapa sawit, ada tambahan dia dari pelemahan rupiah," kata Benny saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (21/8/2013).


Benny beralasan, semua ongkos produksi industri sawit, mulai dari bahan baku, biaya karyawan, hingga proses produksi lainnya menggunakan mata uang rupiah. Sedangkan hasilnya akan diekspor dan pengusaha menerima pendapatan berupa dolar AS yang kemudian ditukar ke rupiah. Imbasnya, pengusaha mendapatkan rupiah yang lebih banyak karena adanya pelemahan nilai tukar.


Selain sawit, industri karet (ban) juga diuntungkan saat mata uang rupiah melemah. "Industri ban juga, karena karetnya beli pakai rupiah. Listrik dan buruh dibayar pakai rupiah dan hasilnya diekspor sehingga mendapatkan dolar, kemudian ditukar kembali ke rupiah hasilnya lebih banyak," imbuhnya.


Sementara industri yang terkena dampak langsung dari adanya pelemahan rupiah, salah satunya industri manufaktur. Industri manufaktur di Indonesia menurutnya masih mengandalkan bahan baku impor.


"Yang sulit itu industri yang bahan baku impor. Bahan baku impor misalnya tekstil dari kapas hampir 99% kita masih impor. Jadi industri manufaktur yang bahan baku impor dan kemudian hasilnya diekspor itu tidak ada keuntungan apa-apa," imbuhnya.


Benny berharap, pelemahan nilai tukar rupiah tidak sampai 10%. Pasalnya jika ini terjadi maka pengusaha sulit mengatur perencanaan bisnisnya.


"Jelasnya, kalau ekspor lebih bagus karena adanya pelemahan rupiah. Kalau melemah boleh tetapi jangan lari dari 10%. Kalau lebih dari 10% mengatur perencanaannya yang sulit. Takut nanti ada kekalahan kurs," cetusnya.


(wij/dnl)