Setoran Pajak Dipatok Tinggi (Lagi), Mustahilkah?

Jakarta - Fuad Rahmany berterus terang, target penerimaan yang dicanangkan pemerintah dari sektor perpajakan terbilang berat. Tapi Direktur Jenderal Pajak ini tak jerih karena sudah memiliki solusi. Hanya saja, pengamat menilai target itu mustahil dicapai.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam penyampaian RAPBN dan Nota Keuangan 2014 menyatakan, target penerimaan negara dari sektor perpajakan mencapai Rp 1.310,2 triliun atau naik 14,1 persen dibandingkan tahun lalu.


Khusus pajak saja, targetnya adalah Rp 1.142 triliun. Sumber utamanya dari penerimaan pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp 591,6 triliun atau naik 9,8 persen. Penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditargetkan Rp 518,9 triliun atau naik 22,5 persen.


Fuad bilang pihaknya memang harus bekerja keras dan apa yang ditargetkan, dia bilang, tidak mustahil. Solusinya adalah melakukan ekstensifikasi, yaitu menyisir penerimaan dari pihak-pihak yang selama ini relatif belum tersentuh pajak.


Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga membutuhkan tambahan kapasitas, baik sumber daya manusia, kantor, dan teknologi informasi. “Kalau dengan kapasitas yang relatif kecil terhadap size ekonomi yang membesar terus, ini memang menjadi berat untuk capai target," ujarnya.


Sementara itu, penerimaan bea-cukai pada 2014 ditargetkan sebesar Rp 168,2 triliun atau naik 9,9 persen. Sumbangan terbesar adalah dari cukai yaitu 114,3 triliun atau tumbuh 9,1 persen. Kemudian penerimaan bea masuk ditargetkan Rp 33,9 triliun (naik 10,1 persen) dan bea keluar Rp 20 triliun (naik 13,5 persen).


Seperti dikutip dari Nota Keuangan 2014, kenaikan penerimaan cukai didukung oleh peningkatan produksi rokok dan rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau. Kemudian, pemerintah juga akan melakukan upaya ekstra dalam pemberantasan pita cukai palsu.


Sedangkan impor yang masih tinggi diperkirakan mampu mendukung penerimaan bea masuk. Untuk bea keluar, kenaikan target akan disokong oleh tumbuhnya permintaan dunia terhadap komoditas Indonesia, salah satunya minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).


Kenaikan permintaan akan mendorong kenaikan harga, dan karena CPO dikenakan tarif progresif, maka ketika harga tinggi tarif bea keluar pun akan naik.


Roni Bako, pengamat perpajakan Universitas Pelita Harapan, menilai target penerimaan pajak 2014 tidak realistis. Dia merujuk pada kondisi 2013, di mana penerimaan pajak masih cukup seret. Hingga semester I 2013 saja penerimaan pajak tercatat Rp 411,1 triliun atau sekitar 42 persen saja dari target.


“Untuk tahun ini, saya perkirakan realisasi penerimaan pajak hanya sekitar 70-80 persen dari target. Tahun ini saja sulit, tahun depan pasti lebih sulit lagi karena tahun politik,” kata Roni. Dia menyimpulkan, target pajak mustahil. “Yang realistis lah. Jangan bermimpi,” ujarnya.


Kekurangan penerimaan pajak, lanjut Roni, bisa ditutup dengan peningkatan dari sektor kepabeanan dan cukai. “Selama ini kita lebih fokus pada penerimaan pajak. Padahal potensi dari bea cukai masih cukup besar dan itu belum dioptimalkan,” katanya.


Penerimaan bea masuk dan bea keluar, tambah Roni, sebenarnya masih bisa digenjot lebih tinggi. Impor yang diperkirakan masih akan cukup deras pada 2014 bisa jadi pendorong peningkatan bea masuk. Sedangkan kenaikan bea keluar akan ditopang oleh harga komoditas yang diperkirakan membaik pada tahun depan.


(DES/DES)