Mau Redam Konsumsi BBM Subsidi, Harga Harus Naik

Jakarta -Kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi 2014 yang sebesar 46 juta kiloliter (KL) dipastikan tidak akan cukup sampai akhir tahun. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan, satu-satunya cara untuk mengamankan kuota adalah mengerem konsumsi dengan kenaikan harga.

Bambang menuturkan, hal ini sudah terbukti pada tahun lalu. Ketika pemerintah menaikkan harga premium dan solar, realisasi konsumsi BBM bersubsidi adalah 45,7 juta KL. Lebih rendah dibandingkan jatah 48 juta KL.


"Pasti menekan. Kalau tahun lalu waktu harga naik itu volume yang diperkirakan itu 48 juta KL, realisasinya 45 juta KL," ungkapnya di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (30/10/2014).


Namun bedanya, lanjut Bambang, kenaikan harga BBM pada 2013 dilakukan pada Juli. Sementara tahun ini tinggal menyisakan 2 bulan lagi.


"Itu kan bulan Juli. Tapi maksud saya tetap saja ada pengaruhnya, itu kuncinya," ujarnya.


Pengendalian atau pembatasan konsumsi, lanjut Bambang, sudah tidak bisa dilakukan. Pasalnya, belum ada persiapan yang matang.


"Sebenarnya kalau mau cara yang lebih keras kan bisa. Larang saja semua kendaraan pribadi. Cuma masalahnya, sanggup nggak melakukannya? Teknologinya itu mungkinkan nggak? Itu yang tidak disiapkan dari awal," paparnya.


Padahal, tambah Bambang, pengendalian konsumsi BBM sudah dijanjikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di pemerintahan sebelumnya. Namun nyatanya tidak berhasil.


"Unfortunately, Kementerian ESDM tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumahnya. Mudah-mudahan menteri baru memiliki pengendalian dari visi, bukan harga," sebut Bambang.


(mkl/hds)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!