Menabung Rp 50.000/Bulan, Karyawan Tak Punya Rumah Dapat Prioritas KPR

Jakarta - Pekerja atau karyawan yang tergabung dalam program tabungan perumahan akan mendapat prioritas mendapat fasilitas kredit kepemilikan rumah (KPR). Hal ini bagian dari usulan pemerintah dalam Rancangan Undang-undang Tabungan Perumahan yang sedang dibahas Pemerintah dan DPR.

Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Sri Hartoyo mengatakan, regulasi tabungan perumahan ini bukan berarti seseorang harus menunggu uangnya terkumpul lebih dahulu untuk mendapatkan rumah. Lewat tabungan ini peserta yang ikut program dapat prioritas mendapatkan KPR asalkan memenuhi kemampuan mencicil dan belum punya rumah.


Sebagai ilustrasi, seorang pekerja formal setiap bulan dipotong 2,5% dari gajinya Rp 2 juta maka iurannya Rp 50.000 per bulan, dan terus akan bertambah sesuai kenaikan gaji.


"Jadi tidak harus, tidak semua yang menabung dapat rumah. Diprioritaskan kepada pekerja yang belum punya rumah. Nanti dapat rumahnya diantre berdasarkan prioritas. Pembiayan KPR, tanpa uang muka, mereka harus memenuhi syarat dulu, harus mampu membayar cicilan," katanya kepada detikFinance, Rabu (5/6/2013).


Sri menambahkan bagi pekerja yang sudah punya rumah dan menabung, maka uang tabungannya bisa diambil pada saat pensiun. Selain itu, yang sudah memenuhi syarat KPR, selain mencicil KPR mereka juga tetap menabung, dan hasil tabungannya bisa diambil saat masa pensiun.


Sedangkan bagi pekerja formal yang belum memenuhi kemampuan mencicil rumah, sambil menunggu memenuhi syarat maka mereka akan mendapat prioritas dapat rumah/apartemen sewa murah dari pemerintah.


"Duitnya dipakai untuk paling yang membutuhkan," katanya.


Menurutnya skema tabungan ini sejatinya demi mendapatkan dana murah di luar perbankan yang bisa dikelola khusus oleh badan yang mengurus tabungan perumahan. Bahkan skemanya bisa dipadukan dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) atau bunga KPR subsidi.


"Pekerja yang dapat rumah bagi yang sudah mampu nyicil, uang tabungan ini sebagai dana murah," katanya.


Ia menambahkan kini memang masih ada silang pendapat antara pemerintah dan DPR soal UU tabungan perumahan ini. Pertama, apakah skema tabungan ini wajib bagi pekerja formal maupun informal, atau hanya pekerja formal saja.


"DPR itu minta wajib, para pekerja. Tapi apakah nanti ketika ditarik (bayar iuran), itu kewajiban pemilik kerja atau karyawanya. DPR mengusulkan ini untuk formal dan pekerja non formal, kalau pemerintah hanya usulkan pekerja formal saja, mereka bisa ikut atau nggak. DPR minta wajib," kata Sri.


(hen/dnl)