Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan, menegaskan sebenarnya pemerintah tidak menghapus subsidi. Sebab, keberadaan bensin Premium sendiri sudah merupakan subsidi dari negara.
"Bahwa pemerintah masih menjual RON 88 yang namanya Premium itu artinya pemerintah menyediakan BBM alternatif yang lebih murah. Di dunia, banyak negara, RON 88 nggak ada yang pakai. Kita masih pakai RON 88 supaya harga BBM kita murah. Jadi intinya, keberadaan RON 88 itu adalah subsidi itu sendiri. Kalau nggak, buat apa bikin RON 88?" jelas Bambang kala berkunjung ke kantor detik.com, akhir pekan lalu.
Pasalnya, lanjut Bambang, menghasilkan bensin Premium butuh 'perjuangan' yang tidak mudah. Minyak berkualitas tinggi harus dicampur sehingga kualitasnya turun dan menjadi Premium.
"Bayangkan, minyak mahal yang seharusnya diekspor harus masuk kilang keluarnya RON 88. Untuk menghasilkan 1 liter Premium, kita impor 0,8 liter RON 92 dicampur sama yang namanya nafta. Jadi ada proses blending sendiri, ada biaya blending yang kemudian keluarlah itu Premium 88. Kita impor yang bagus, kita proses jadi Premium supaya dijual lebih murah," paparnya.
Padahal, menurut Bambang, sudah sejak belasan tahun lalu mobil keluaran baru tidak didesain untuk menggunakan Premium. Namun karena toh diisi Premium masih bisa berfungsi, konsumsi BBM jenis ini tetap tinggi.
"Sejak tahun 2000 sekian itu nggak ada produksi mobil yang bensinya untuk RON 88, harus RON 92. Tapi diisi RON 88 kan juga jalan. Kalau umurnya harusnya 10 tahun jadi 7 tahun, itu urusan nanti. Toh mobil setelah 7 tahun sudah nggak ada harganya," terangnya.
(hds/dnl)