Kenaikan harga minyak ini karena adanya kekhawatiran ancaman terganggunya pasokan dari Timur Tengah, dan menurunnya pasokan dari Amerika Serikat (AS), karena harga yang sudah terlalu murah.
Senin kemarin, Angkatan Udara Mesir membombardir target-target ISIS di Libya. Kondisi ini mengganggu produksi minyak di negara tersebut. Di Irak juga ada ancaman dari pihak Kurdi untuk menahan ekspor minyak, bila Baghdad tidak membagi anggarannya.
"Harga minyak menemukan batas atas baru karena persepsi soal adanya risiko pasokan. Dalam jangka pendek, persepsi ini membuat harga minyak naik," demikian kata analis dari Commerzbank, Carsten Fritsch, seperti dilansir dari Reuters, Selasa (17/2/2015).
Pada hari ini, harga minyak jenis Brent naik 60 sen ke US$ 62 per barel. Brent sempat menyentuh level tertinggi di 2015, yaitu di US$ 62,57 per barel pada Senin kemarin.
Sejak pertegahan 2014 lalu hingga sekarang, harga minyak dunia telah anjlok 50%. Negara eksportir minyak dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), menolak memangkas produksinya. Mereka memilih mempertahankan pangsa pasarnya melawan AS yang kaya akan shale oil.
Menurut catatan Reuters, dalam 4 pekan terakhir, harga minyak Brent lompat hampir 40%. Harga terendah Brent terjadi di 13 Januari 2015, yaitu US$ 45,19 per barel.
(dnl/dnl)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com