"Bagaimana menetapkan harga Elpiji melon 3 kg dan 12 kg, kenapa langka? Kenapa harganya berbeda? Kalau menurut saya, harganya menyalahi prinsip dasar pricing. Logikanya ada barang yang sama di dalam Elpiji, tapi kenapa 3 kg harga per kilo Rp 4.000 sementara 12 kg Rp 11.500?" tegas Kardaya saat acara diskusi publik bertema 'Tata Kelola Migas untuk Rakyat' di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (5/3/2015).
Penetapan harga Elpiji, demikian Kardaya, dianggap membingungkan. Saat gas elpiji ukuran 12 kg naik, secara otomatis masyarakat beralih ke gas elpiji ukuran 3 kg. Ini membuat permintaan Elpiji melon melonjak.
"Begitu harga yang 12 kg dinaikkan jadi beralih ke 3 kg, begitu dinaikkan geger. Jadi kenaikan Elpiji 12 kg ini hanya menimbulkan hiruk-pikuk," ucap dia.
Untuk itu, kata Kardaya, pemerintah perlu mengkaji kebijakan harga Elpiji (pricing policy). Distribusi tertutup terhadap Elpiji 3 kg dipandangnya tidak menyelesaikan masalah.
"Kalau pakai distribusi tertutup, yang terjadi adalah penjatahan. Itu harga akan dimainkan. Yang dilakukan pemerintah bagaimana mengatur pricing policy," tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) diberitakan sedang menyiapkan mekanisme baru distribusi Elpiji 3 Kg secara tertutup. Untuk memastikan Elpiji 3 kg jatuh ke tangan orang yang berhak, rencananya mulai tahun depan pembeli harus menunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) alias 'kartu sakti' yang selama ini hanya diberikan kepada orang yang tak mampu.
(drk/hds)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
