Meraba Bisnis Properti di Tengah Rupiah dan Ekonomi yang Sedang Melemah

Jakarta - Kalangan pengembang mengakui melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipastikan akan berdampak pada kenaikan harga properti. Kondisi ini secara langsung akan mempengaruhi bisnis properti secara makro memasuki akhir tahun 2013 hingga awal tahun depan.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, ada dua masalah fundamental dalam bisnis properti saat ini. Pertama, 2013-2014 merupakan periode siklus properti yang sedang melambat setelah booming properti dua tahun lalu. Kedua, kondisi tersebut diperparah dengan perekonomian yang melemah baik di dalam negeri maupun global.


"Kondisi ini yang seharusnya diwaspadai oleh para pelaku bisnis properti saat ini," kata Ali dalam situs resminya Selasa (27/8/2013)


Ali mengatakan, sejak tahun 2009 IPW telah memprediksi pasar properti akan mengalami percepatan dan pertumbuhan sampai tahun 2013, dan mulai melambat di tahun 2014.


Menurutnya, perkiraan IPW beberapa tahun lalu terkait kenaikan BI Rate pada periode 2013 ternyata terbukti. Kondisi ini sangat terkait dengan analisis berdasarkan siklus pasar properti dan ekonomi yang saling terkait.


Dalam 2 tahun terakhir pasar properti memang telah menjadi primadona, dengan pertumbuhan pembangunan dan peningkatan harga yang signifikan khususnya di Jabodetabek. Kondisi ini membuat pasar menjadi jenuh dan terdapat beberapa titik lokasi, membuat pasar properti relatif melambat.


"Seiring dengan hal tersebut indikator perekonomian nasional tengah diuji dengan menurunnya defisit transaksi, merosotnya nilai rupiah, dan anjloknya pasar modal. Meskipun hal ini terkait juga dengan kondisi ekonomi dunia, khususnya Amerika, namun dampak yang akan terjadi akan turut memukul sektor properti," jelas Ali.


Menurutnya dalam jangka menengah bila kondisi ini tidak bisa teratasi dengan baik oleh pemerintah maka pasar properti diperkirakan akan lebih terpukul dan relatif akan terjadi perlambatan yang lebih dalam lagi.


"Diperkirakan pelaku pasar properti segmen menengah atas seharusnya telah mulai berpikir untuk mengkalkulasi ulang bisnis propertinya khususnya untuk proyek-proyek yang menggunakan material luar negeri karena merosotnya nilai Rupiah," katanya.


Ali mengimbau perlunya kehati-hatian pelaku pasar turut dipertaruhkan agar jangan sampai terjadi proyek macet dan berimbas pada kredit macet perbankan.


"Di sisi lain pasar properti segmen menengah pun relatif akan melambat dengan menurunnya daya beli akibat meningkatnya BI Rate. Dimana diperkirakan Bank Indonesia pun akan kembali menaikkan BI Ratenya dalam semester kedua tahun 2013 ini dan secara langsung akan menaikan suku bunga KPR sehingga pasar pun relatif akan semakin terbatas," jelas Ali.


Selain itu, Ali mengungkapkan pasar properti kelas menengah sampai atas juga akan dihadapkan terhadap batasan aturan baru Loan to Value dari Bank Indonesia yang mulai diberlakukan pada 1 September 2013. Hal ini juga akan turut berdampak terhadap penundaan atau pembatalan rencana pembelian properti oleh konsumen khususnya di kelas menengah sampai atas.


"Indonesia Property Watch memperkirakan bila kondisi perekonomian berkelanjuran sampai triwulan keempat tahun 2013, maka pasar properti diperkirakan akan anjlok lebih dari perkiraan semula, minimal terjadi penurunan pertumbuhan 25% di tahun 2014 dan merupakan tahun Waspada Pasar Properti," jelas Ali.


Bahkan kata Ali, kondisi politik tahun 2014 pun saat ini relatif agak berbeda dengan iklim pemilu yang lalu dan diperkirakan lebih bergejolak dibandingkan pemilu yang lalu. Hal ini turut mempengaruhi pertumbuhan pasar properti nasional yang relatif akan berdampak merosotnya pasar properti lebih dalam lagi.


"Dengan kondisi ini artinya melambatnya pasar properti saat ini juga dibarengi dengan kondisi-kondisi yang bisa memungkinkan pasar properti akan jatuh lebih rendah lagi," ucapnya.


(hen/dnl)