Kwik Kian Gie Kritik Kebijakan Soal Lamborghini, Ferrari Cs Kena PPn BM 125%

Jakarta - Pengamat Ekonomi Kwik Kian Gie mengkritik kebijakan pemerintah soal peningkatan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) khususnya untuk mobil mewah impor built up atau CBU.

Paket kebijakan yang bertujuan menyelamatkan ekonomi Indonesia dari krisis ini justru kurang berdampak signifikan. Orang kaya bukannya menunda pembelian mobil mewah tapi justru makin terpacu membeli mobil mewah dan bermerek seperti Ferrari, Lamborghini dan lainnya.


"Menaikkan PPnBM dari 75% ke 125% sampai 150% hanya mobil impor CBU seperti Lamborghini dan Ferrari. Itu mobil sudah dirakit di Indonesia. Orang yang beli itu motifnya pamer, uangnya berlipat. Itu punya private jet. Dinaikkan 200% itu tetap beli. Menteri ini nggak ngerti motif orang hidup," ucap Kwik dalam acara diskusi yang diselenggarakan Megawati Institute di Menteng Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2013).


Hal senada juga dilontarkan terhadap paket kebijakan percepatan konsumsi biodiesel untuk mengurangi impor BBM. Hal ini diakuinya tidak bisa dilakukan secara cepat. Kwik juga mengkritisi penghapusan PPnBM produk yang tidak termasuk barang mewah seperti peralatan rumah tangga.


"Kalau barang seperti ini masih diimpor atau komponen impornya besar, penghapusan PPnBM justru akan meningkatkan impor yang bersifat menguras devisa," jelasnya.


Justru ditegaskan Kwik, solusi perlambatan ekonomi karena melemahnya rupiah dan indeks harga saham bisa diambil dengan jalan menenangkan masyarakat. Solusi lainnya adalah menjaga stabilisasi harga-harga kebutuhan pokok.


"Menurut saya pilihannya nggak banyak. Kalau saya di pemerintah, karena pilihannya nggak banyak. Saya pilih stabilitas kebutuhan barang pokok. Caranya pakai uang APBN," jelasnya.


Di tempat yang sama Ekonom dari Universitas Gajah Mada (UGM) Sri Adiningsih menanggapi soal melemahnya kurs rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat. Agar rupiah kembali stabil dan tidak terus melemah, pemerintah harus mengatur kebutuhan dolar dari perusahaan swasta dan BUMN Indonesia.


"Mengenai permintaan dolar, itu perlu diatur, kelola dengan baik, terutama BUMN, ataupun swasta dibantu jangan sampai permintaan dolar yang membengkak ini kemudian menyebabkan anjloknya rupiah tajam," tambahnya.


(feb/hen)