Harga Kedelai Mahal, Wamendag: Perajin Tahu-Tempe Punya Taktik Bertahan

Jakarta - Akibat nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), bahan pangan impor seperti kedelai merangkak naik. Hal ini menjadikan tekanan untuk para perajin tahu dan tempe yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menilai prajin tempe dan tahu sudah tahu cara menyiasati hal tersebut untuk bertahan dari kebangkrutan. Misalnya dengan menaikkan harga ataupun merubah ukurannya.


"Kedelai itu lebih terasa langsung oleh UKM, saya kira para perajin itu terasa, tapi saya lihat juga pada beberapa perajin mereka sudah penyesuaian di harga tempe. Atau mereka menggunakan taktik merubah size. Itu cara mereka bertahan," ungkap Bayu usai menghadiri acara jalan pagi di kantornya, Jakarta, Minggu (1/9/2013).


Meskipun demikian, menurutnya ada juga perajin yang sulit menghadapi kenaikan harga kedelai. Karena sangat terkait dengan penjualan dan kompetisi di pasar.


"Tapi ini memang tidak mudah buat semua," ujarnya.


Ia menyatakan, pihaknya akan berusaha untuk memastikan pasokan kedelai ada. Menurutnya, walaupun harga mahal namun ketersediaan kedelai tetap harus dijaga.


"Kita akan berusaha semaksimal mungkin memastikan barangnya ada. Itu yang paling penting. Yang paling repot kan klo harganya mahal barangnya nggak ada. Jadi mungkin harganya agak mahal tapi kita memastikan barangnya ada, kita pastikan jumlahnya tidak kurang," pungkasnya.


(mkl/dru)