Kenaikan Upah 2014 Dipatok 5-10% di Atas Inflasi, Buruh Protes

Jakarta - Para serikat pekerja memprotes instruksi presiden (Inpres) tentang panduan penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2014. Mereka beralasan keputusan tersebut sebagai sikap pemerintah yang ingin upah buruh tetap murah.

"Pemerintah mengeluarkan Inpres sebagai bentuk kepanikan dan tindakan ngawur untuk menekan upah buruh kembali menjadi murah atas tekanan Apindo dan pengusaha hitam, oleh karenanya buruh Indonesia menolak dan meminta dicabut Inpres tersebut," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Jumat (30/8/2013)


Menurutnya, Inpres tersebut akan mengembalikan rezim upah murah dan memiskinkan buruh secara struktural. Iqbal beralasan hal ini karena pemerintah tunduk dengan tekanan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia).


"Kami meminta para gubernur dan dewan pengupahan daerah untuk tidak mematuhi Inpres tersebut karena cacat hukum," serunya.


Berikut ini alasan buruh meminta dewan pengupahan dan pemda tak mematuhi Inpres, antaralain:



  • Buruh beranggapan penetapan UMP/UMK dilakukan oleh Gubernur berdasarkan rekomendasi Bupati setelah survei KHL (kebutuhan hidup layak) oleh dewan pengupahan daerah. Artinya bukan ditentukan oleh pemerintah pusat dalam bentuk Inpres.

  • Mereka menilai Inpres tersebut ngawur dan sebagai bentuk kepanikan Menteri tertentu karena survei KHL belum dilakukan tetapi sudah mematok nilai UMP, bahkan sudah ditentukan inflasi plus 5% dan plus 10%.




Seperti diketahui Presiden SBY mengeluarkan Inpres tentang Pedomaan Kebijakan UMP berisi beberapa ketentuan sebagai acuan kepala daerah.

Inpres ini ada batasan maksimal kenaikan ada yang 10% di atas inflasi khsusnya perusahaan padat modal. Sedangkan untuk upah minimum padat karya dan industri menengah dipatok 5% di atas inflasi.


(hen/dru)