Harga Kedelai Impor Naik, Pemerintah Waspada

Jakarta - Saat ini harga kedelai dan jagung internasional tengah naik karena ada anomali cuaca. Hal ini terjadi di AS sebagai salah satu pemasok kedelai dan jagung ke Indonesia.

"Di Amerika sendiri sebetulnya ada anomali sehingga memang ada kenaikan. Coba cek ada kenaikan harga kedelai, jagung, ini kita harus waspadai. Dan juga tentu ada rupiahnya juga. Oleh karena itu, Menteri Perdagangan dalam rapat tadi, segera kita mencukupi kebutuhan dalam negeri kita agar tidak menimbulkan harga meningkat agar suplainya cukup," ujar Menko Perekonomian Hatta Rajasa di kantornya usai rapat dengan sejumlah menteri, Jakarta, Selasa (27/8/2013).


Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan saat ini dinilai sudah parah. Pengusaha menilai pemerintah harusnya punya perencanaan yang baik untuk meningkatkan produktivitas dalam negeri.


Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, bila produktivitas pangan Indonesia kuat dan bahkan bisa ekspor, maka pelemahan rupiah terhadap dolar tak bermasalah, malah akan menguntungkan.


"Ya ini (pelemahan rupiah) kan karena pemerintah nggak punya perencanaan yang baik, punya rencana tapi nggak dilakukan, tidak pernah kasih bibit unggul yang baik, agar bisa petani kita tanam pada saat tidak tanam padi. Ya bagaimana kebutuhan kita tinggi, produksinya nggak cukup. Pemerintah tidak pernah serius. Akibatnya apa, impor inilah itulah, impor sapilah, tapi produksi dalam negerinya nggak ditingkatkan. Lama-lama impor ini bisa gila kita dibikin," tutur Sofjan.


Soal kedelai, para perajin tahu-tempe di Indonesia mulai merasakan dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berimbas pada harga kedelai impor. Sebanyak 11.500 perajin tahu dan tempe mengurangi jumlah produksinya setiap hari hampir 50%


"Jadi dari 115.000 perajin tahu dan tempe itu 10% (11.500 perajin) melakukan perlambatan produksi dari biasanya per hari mereka bisa produksi 100 kg kini hanya 50 kg saja," ungkap Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin.


Perajin yang paling banyak melakukan pengurangan produksi antara lain di Aceh dari 300 perajin hanya 100 pengrajin yang berproduksi normal. Begitupula dengan daerah lain seperti di Musi Banyuasin (Palembang), Kulonprogo (Yogyakarta). Bahkan banyak juga di antara perajin yang melakukan aksi demo terkait dampak mahalnya harga kedelai impor seperti yang terjadi di Aceh dan Kulonprogo.


"Harga kedelai itu tergantung daerahnya seperti di DKI Jakarta harganya itu Rp 8.500-8.700/kg, di Kulonprogo sudah 9.200/kg di Cilacap juga sama. Musi Banyuasin lebih dari Rp 9.000/kg harga normal itu kalau rupiah tidak melemah hanya Rp 7.500-7.700/kg," tuturnya.


Gakoptindo bersikap belum mau melakukan mogok produksi. Pihaknya masih menunggu keputusan apa yang dikeluarkan pemerintah termasuk salah satunya menunggu kejelasan realisasi impor kedelai oleh Perum Bulog.


"Gakoptindo belum mau mogok kita tunggu sikap pemerintah untuk menurunkan harga kedelai kita. Katanya minggu ini izin impor Bulog sudah mau keluar," cetusnya.


(dnl/hen)