Duh, Pasar Batu Mulia Indonesia Dikuasai Asing

Jakarta -Hobi dan bisnis batu mulia di Indonesia memang terus berkembang. Jumlah kolektor semakin bertambah, demikian pula para penjualnya. Namun ternyata pasar batu mulia di dalam negeri didominasi barang impor. Selain itu, batu mulia lokal juga minim proses hilirisasi, yaitu pengolahan sampai menjadi produk jadi.

Sujatmiko, pemilik galeri Gem-Afia di Bandung, menyimpan kekecewaan di tengah berkembangnya hobi dan bisnis batu mulia. Di pasar lokal, saat ini batu mulia asal Indonesia hanya memiliki pangsa 5-10 persen. “Kita dijajah batu mulia asal luar negeri. China, India, Taiwan, dan sebagainya,” tegasnya.


Pemerintah, lanjut Sujatmiko, saat ini seakan tidak serius membina industri batu mulia dalam negeri. “Kalau bahasa sunda, mungkin bisa dibilang pabalieut,” ujarnya.


Akibat industri yang kurang terbina, lanjut Sujatmiko, batu mulia asal Indonesia juga minim proses hilirisasi dan seringkali diekspor mentah-mentah. Padahal, kalau diproses secara tradisional saja harganya bisa naik 40 kali lipat. Kalau diproses dengan mesin modern, harganya bisa mencapai 150 kali lipat.


Pada 2004, Sujatmiko sempat optimistis karena ada instansi yang memperhatikan industri batu mulia lokal. Waktu itu ada Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk pengembangan pasar batu mulia lokal dengan melarang ekspor bahan mentah dan memberikan bantuan mesin pengolahan.


“Namun sekarang di lapangan kenyataannya jauh sekali. Ekspor mentah masih banyak dan mesin yang diberikan sudah tidak terpakai. Batu-batu mulia dari Sukabumi, Garut, atau Pacitan diekspor mentah-mentah,” ujar Sujatmiko.


Dengan kondisi tersebut, Sujatmiko menilai industri batu mulia di Indonesia saat ini dalam kondisi stagnan. Tidak ada peremajaan mesin-mesin pengolahan, batu mulia diekspor mentah, dan terjadi serbuan produk asing. “Batu dari Indonesia mungkin hanya akik-akik saja. Sisanya dikuasai asing, terutama China,” katanya.


Sujatmiko juga berpendapat pengembangan industri batu mulia sudah menyimpang dari visi-misi awal, yaitu memberdayakan industri dalam negeri. Batu mulia yang didesain di Indonesia kebanyakan terlalu rumit, sehingga tidak siap dikerjakan secara padat karya. “Desainnya terlalu rumit,” ujarnya.


Di China, industri batu mulia berkembang pesat karena bisa dikerjakan secara massal. “Desainnya tidak terlalu rumit sehingga mereka bisa mass production. Ini yang membuat mereka maju, dan produknya sampai ke mana-mana,” tutur Sujatmiko.


Oleh karena itu, Sujatmiko berharap pemerintah bisa kembali memberikan bantuan untuk mengembangkan pasar batu mulia lokal. Pemerintah bisa memberikan pembinaan kepada para produsen mengolah batu mulia mereka terlebih dahulu. Pemerintah juga bisa memberikan bantuan peremajaan mesin pengolahan batu mulia.


(hds/DES)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!